Jumat, 26 Agustus 2011

Amour Pour Alyssa et Ashilla _part 14_

            Shilla melangkah memasuki pekarangan rumahnya yang terlihat sangat sepi, walaupun memang ruman tersebut sehari-harinya sudah sepi, namun kali ini Nampak seperti rumah ini kosong, atau mungkin Ify yang belum sampai dirumah.

            Diputarnya kenop pintu tersebut dan kemudian ia tutup kembali, ia pun melangkah memasuki rumahnya, ketukan kakinya dengan lantai terdengar jelas karena memang pada saat itu suasana sangat sepi. Dihempaskan tubuhnya ke sofa diruang tengahnya. Ditatapnya televise yang ada dihadapannya, walaupun sebenarnya televise itu tidak menyala.

            Pandangannya yang lurus dengan fikirannya yang terbang kemana, ia teringat sebuah kisah dimasa lalunya. Dimana ia tinggal dengan adiknya dan kedua orang tuanya yang membuat sebuah keluarga bahagia. Dimana mereka tidak tinggal dirumah ini, mereka tinggal disebuah rumah yang terbilang mewah, tapi… semua itu hanya masa lalu. Sesungguhnya ia membenci dirinya apabila ia kembali menengok ke masa lalunya. Ia benci semua kenangan tersebut.

            Dialihkan pandangannya ke dinding rumahnya, terdapat beberapa pigura foto yang menyimpan banyak kenangan manis untuknya. Dan dimana sebuah fotonya bersama Ify yang sedang tersenyum lepas. Tapi, sekali lagi, semua itu hanya kenangan, ia saja tak tahu apa yang terjadi pada adiknya, ia tahu bahwa adik semata wayangnya tersebut adalah seseorang yang tertutup.

            Dipejamkan sejenak matanya, mencoba melemaskan otot-ototnya, hingga akhirnya ia pun terlelap menuju alam mimpi.

---*----*----

            Ify menyeruput es jeruk pemberian Tante Manda, diliriknya sejenak sesosok wanita paruh baya ini yang tepat duduk disampingnya.

“jadi gini tante, maksud tujuan saya datang ke sini adalah, tadi Rio bilang ke saya bahwa tante lagi butuh orang yang bisa main piano untuk mengiringi pesta yang tante buat, apa benar itu tante?” ucap Ify sopan yang membuka topic pembicaraan

“iya, tante emang lagi nyari orang, memangnya kamu bisa main piano?” tanya Tante Manda

“saya sih bisa dikir-dikit tante, ga begitu jago, tapi…”

“yaudah, kalo gitu kamu aja yang main piano, nanti tenang aja, tante kasih kamu uang buat jajan kok”

“memang acaranya tanggal berapa tante?”

“tanggal 24 oktober”

“yaudah kalo gitu tante, nanti saya pikir-pikir dulu, sekalian saya tanya ke kakak saya dulu, saya pimit dulu ya” kata Ify sopan yang kemudian mencium punggung tangan Tante Manda

“kamu pulang naik apa Fy?”

“emm… paling nanti nyari angkutan umum”

“udah biar Rio aja yang nganterin”

“tapi…”

“udah biar Gabriel aja yang nganterin!” sela Gabriel yang tiba-tiba muncul yang langsung menyela perkataan Ify yang membuat Ify cengo

“emangnya lo bisa bawa motor Gab?” ucap Ify polos yang membuat Gabriel merenggut kesal

“lo ngeremehin gue?”

“ya, ga juga sih, tapi ga yakin aja heheh” jawab Ify terkekeh

“kamu beneran bisa bawa motor?” tanya Tante Manda yang ikut memastikan

“ya bisa lah Ma, gini-gini dulu aku juga belajar motor” sunggu Gabriel

“yaudah, kamu anterin Ify gih, udah sore nih!” suruh Tante Manda yang kemudian Gabriel pergi menuju dengan rumahnya yang disusul dengan Ify

Ternyata ditempat tersebut ada seseorang yang menyaksikan kejadian tersebut dari jauh, tepatnya dari dapur rumah itu. Argh, gue telat lagi, sial!!! Batin orang tersebut yang tak lain adalah…. Rio

---*----*---

            Sebuah motor berhenti tepat disebuah rumah sederhana, Ify turun dari motor tersebut dengan perlahan.

“thanks Gab” ucap Ify “mau mampir dulu?”

“ga usah deh, nanti nyokap gue nyariin” jawab Gabriel yang kemudian kembali men-stater motornya “gue duluan ya”

            Ify memasuki rumahnya, langkahnya terhenti ketika melihat ruang tengah rumahnya. Dilihatnya kakak semata wayangnya yang sedang tertidur pulas disofa rumahnya. Raut mukanya yang terlihat sangat lelah, keringat peluh membasahi wajah cantik kakaknya. Lamunan Ify seketika pecah ketika mendengan suara bunyi phone cell kakaknya yang terletak diatas meja. Rasa penasaran seketika terlintas diotak Ify, diliriknya layar phone cell tersebut yang tertulis ‘no name’. aneh, pikir Ify ketika melihat nama orang tersebut. Rasa penasaran semakin menyelimuti Ify, entah dorongan setan dari mana, ia pun mengambil phone cell tersebut dan membuka pesan singkat tersebut. Sesungguhnya Ify bukan lah orang yang suka ikut campur dengan kehidupan orang lain, tetapi entah mengapa sekarang ia melakukan hal yang bertolak belakangan dengan prinsipnya.

=================
Bayangan mu, selalu hadir dipelupuk mataku
Mengisi jiwaku dengan mu
Jerat hatimu, kukira kau selalu bersamanya
Lanjutkan hasrat yang tak pernah sirna tiada
============

            Ify tercengang membaca barisan-barisan kata yang menurutnya sangat puitis dan sangat sulit untuk dicerna otaknya. Satu kalimat yang tiba-tiba terlintas dibenaknya ketika melihat barisan kata ini yang pasti dugaannya bahwa orang ini mencintai kakak semata wayangnya. Ia pun terkekeh membayangkan wajang orang tersebut, mungkin kah orang ini mempunyai wajah yang jelek sehingga tak berani mengungkapkan perasaannya langsung. Dilihatnya badan Shilla yang sedikit bergerak, Ify pun dengan cepat kembali meletakkan phone cell Shilla ketempat semula dan berlari menuju kamarnya.

----*----*---

            Alvin menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih, memang tak ada yang istimewa dari hal yang ia pandangi, tapi entah mengapa ia sedang sangat tidak ingin melakukan sesuatu. Pandangannya yang menerawang jauh dengan pikirannya yang telah berterbangan kemana-mana. Hembusan nafasnya terdengan jelas, suatu hembusan nafas yang menandakan suatu keputusasaan. Lamunannya seketika buyar yang membuatnya terpaksa kembali ke dunia nyata karena mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka secara tiba-tiba.

“lo bisa ketuk pintu dulu ga sih kalo mau masuk!” sunggut Alvin kesal ketika melihat orang tersebut. Siapa lagi kalau bukan sepupunya tercinta yang langsung mengeluarkan cengiran khasnya ketika melihat ekspresi dari Alvin.

“heheh, maap bro!” ucap Cakka sambil membentuk jari telunjuk dan jari tengahnya menuju huruf V dan masih dengan muka innocentnya langsung duduk dikasur, tepat disamping Alvin

“lo mau ngapain disini? Gue lagi bad mood nih!” sunggut Alvin yang masih kesal kepada Cakka yang mengusik lamunannya

“santai bang, gue lagi nanya nih”

“nanya apa?”

“lo tau nomor hapenya Shilla ga?” sebuah pertanyaan yang dilontarkan Cakka yang sempat membuat Alvin tersentak kaget, ditatapnya Cakka lekat-lekat, haruskah ia memberika nomor handphone orang yang ia cintai kepada saudaranya yang notabenya saingannya ini?

“gue ga punya nomor hapenya dia” jawab Alvin yang pastinya ia berbohong, sesungguhnya ia sangat benci sebuah kebohongan, tapi…. Toh sudahlah, kebohongan ini sudah terlanjur ia ucapkan

“yah, beneran Vin? Masa udah 3 tahun lo temenan sama dia lo ga punya nomornya?” ucap Cakka dengan nada merengek

“kalo lo mau, minta aja sama dia” jawab Alvin yang super duper dingin “udah sana, gue pengen tidur” kata Alvin yang seperti biasanya, mengusir Cakka dari kamar tercintanya. Sedangkan Cakka hanya bisa pasrah keluar dari kamar Alvin sambil menggerutu men-cak Alvin. Sorry Kka, batin Alvin ketika pintu kemarnya sudah ditutup oleh Cakka

----*---*----

            Ify menutup buku geografi yang baru ia baca, jam yang baru menunjukan pukul 10 malam, matanya yang masih belum bisa diajak untuk tidur, entah mengapa ia rasa bahwa tubuhnya terasa lelah, tetapi matanya masih berontak apabila ini memejamkannya. Entah mengapa, pikirannya tiba-tiba melayang ke kejadian tadi sore, ia teringat dengan penawaran Tante Manda. Mungkin lebih baik gue setujuin, lumaian uangnya buat beli obat gue, batin Ify.

            Ia pun memasukan buku-bukunya ke tasnya untuk pelajaran esok hari, dan kemudian pandangannya beralih ke sebuah buku yang tergeletak diatas kasurnya. Entah seperti tertarik magnet dari mana yang memaksakan ia untuk meraih buku tersebut dan menulisnya

----*----*-----

            Ify mengoles rotinya dengan selai coklat, segelas cangkir susu coklat yang baru ia buat pun terdapat disampingnya.

“Fy..” panggil Shilla tiba-tiba yang sesungguhnya sempat membuat Ify kaget, reflek Ify pun langsung menoleh ke kakaknya tersebut dan menatap gadis tersebut dengan pandangan yang seakan-akan berkata-ada-apa-?- Shilla yang mengerti dengan tatapan adik semata wayangnya itu pun hanya tersenyum tipis

“pagi Fy” sapa Shilla, mendengar ucapan Shilla tersebut, Ify pun tak mengubris dan kembali melanjutkan pekerjaanya “gue pengen nanya”

“nanya apa?”

“lo kemarin sore buka sms dihp gue ya?” sebuah pertanyaan yang membuat Ify tersentak kaget, sangat kaget. Shilla yang menatap mata Ify, seolah mencari sebuah kebenaran dimata adiknya ini.

“eng…. Iya” jawab Ify ragu-ragu sambil menunduk “sorry kak”

“sekarang lo udah tau semuanya tanpa gue harus cerita sama lo” ucap Shilla yang langsung membuat Ify mengangkat kepalanya dan menatap Shilla bingung

“maksud lo kak?”

“iya, sebenernya gue pengen cerita sama lo, berhubung lo udah tau, jadi gue ga usah capek-capek cerita sama lo” jawab Shilla enteng yang kemudian merain tasnya, sedangkan Ify yang masih tercengang dengan apa yang dikatakan kakaknya. Hei, kak Shilla sama sekali ga marah sama gue? Batinnya “lo mau sampai kapan kayak gitu? Ayo, nanti kita telat” Ify pun tersadar dari lamunannya dan langsung meraih sepatu talinya.

---*----*----

            Ify menutup buku catatan sejarahnya. Direntangkan kedua tangannya, dan sedikit ia memijat-pijat jari tangannya. Baru saja ia menyelesaikan catatan sejarah yang sepapan tulis, sesungguhnya itu memang tak terlalu banyak, tapi…. Kali ini ia jega menulis dipapan tulis tersebut. Kalau saja bukan Bu Ratna yang menyuruhnya menulis dipapan tulis juga menulis dibuku catatannya, ia pasti tak mau menulis double seperti ini.

“sekian dari ibu, kita lanjutkan pelajaran ini minggu depan, selamat siang!” ucap Bu Ratna yang kemudian berjalan meninggalkan kelas. Entah apa yang tiba-tiba terlintas difikiran Ify yang memaksanya mengatakan sesuatu kepada Rio

“Yo, gue terima tawaran lo yang kemarin” ucap Ify tiba-tiba, dilihatnya Rio yang masih cuek-cuek aja walaupun sebentar melirik Ify dan menganggukan kepalanya, tanda ia mengerti dengan perkataan Ify. Melihat respon Rio yang seperti itu membuat Ify melengos, ia tau bahwa Rio sekarang sedang membaca komik kesukaannya, dan yang ia ketahui bahwa Rio paling tak suka diganggu apabila sedang menjalankan hobbynya, yap salah satunya membaca komik.

“tawaran lo yang mana Yo? Atau jangan-jangan….” Ucap Ray yang tiba-tiba nimbrung dengan ucapannya yang menggantung

“jangan-jangan apa?” ucap Ify galak

“jangan-jangan…. Rio ngelamar lo ya?!” tuduh Ray sambil menaik-turunkan alisnya, Rio yang mendengar perkataan Ray tersebut, dengan sigap Rio langsung memukul kepala Ray dengan komik yang tadi ia baca dan menatap ray dengan mata melotot

“hehehe, piss,, bercanda bro” ucap Ray dengan cengiran khasnya yang membuat Rio melengos dan kembali melakukan aktifitasnya sebelumnya

“hahaha…” Ify tertawa puas dengan wajah Ray yang menurutnya lucu tersebut, sedangkan Ray hanya bisa mengerucutkan bibirnya yang semakin membuat tawa Ify membesar “hah..hmmmppp…. makannya lo jangan macem-macem sama gue, kena karma kan lo!” lanjut Ify sambil berusaha menghentikan tawanya sambil menepuk-tepuk pundak Ray

---*----*---

            Shilla berkali-kali membongkar isi tasnya, raut wajahnya yang menggambarkan sebuah kecemasan. Keringat peluh membasahi wajahnya dengan tangannya yang sudah ia rasakan menjadi dingin sedingin es batu.

“lo kenapa sih Shill?” tanya Zahra yang melihat sebuah hal yang aneh pada sahabatnya ini

“gawat Ra, gawat!!!” seru Shilla

“hah? Gawat apaan Shill?”

“gue lupa bawa buku cetak bahasa inggris!”

“what?! Gila lo Shill!”

“iya Ra, seinget gue semalem gue belajar terus….” Ucapan Shilla yang menggantung, ia seperti memikirkan sesuatu “iya, semalem gue taro di atas kasur dan gue lupa masukinnya heheh”

“wah, parah lo Shill, mendingan mumpung lagi istirahat lo cari pinjeman itu buku ke kelas lain atau engga ke perpus deh, mau lo mati dimakan miss Lina” jelas Zahra yang kemudian pergelangan tangannya yang ditarik Shilla untuk menuju keluar kelasnya.

---*----*----

            Shilla melangkah gontai menuju kelasnya, ia merasa kaki-kakinya yang sangat berat untuk masuk ke dalam kelasnya, disampingnya ada Zahra yang berjalan beriringan dengannya. Bel yang baru berdering beberapa menit yang lalu yang memaksakan ia untuk kembali ke dalam kelasnya. Ia kembali ke kelasnya dengan tangan kosong, tak ada sebuah buku bahasa inggris yang berhasil ia bawa. Semua kelas 12 yang sudah ia datangi, tak ada satu pun dari teman-temannya yang membawa buku cetak bahasa inggris dengan alasan mereka tak ada pelajarannya hari ini dan tidak ada buku bahasa inggris yang tersisa di perpustakaan. saat ini ia hanya pasrah menunggu hukuman dari miss Lina yang terkenal dengan ke kilerannya. Memang gurunya yang satu ini mewajibkan seluruh muridnya membawa buku cetak setiap mata pelajarannya karena meningat banyak juga siswa yang tidak membawa buku cetak dengan alasan ‘berat-beratin tas aja’ dan hal itu juga yang membuat Bu Lina memberikan sebuah hukuman kepada setiap siswa yang melanggar peraturannya yang satu ini. Memang salah Shilla juga yang teledor meletakan buku itu sembarangan.

            Shilla menjatuhkan tubuhnya dibangku tempat duduknya dan menyenderkan punggungnya. Tunggu, ia melihat sebuah benda yang terdapat dikolong mejanya, dengan cepat ia pun meraih buku tersebut. Sebuah buku cetak bahasa inggris yang ia pegang ditangan kanannya.

“buku lo Shill?” tanya Zahra, Shilla menggeleng keras “trus punya siapa?”

“gue juga ga tau Ra” jawabnya sambil membolak-balikan buku tersebut

“tanya aja sama anak-anak” ucap Zahra, Shilla pun mengangguk seakan mengerti perintah Zahra

“buku siapa ni?” tanya Shilla keras yang bisa dibilang sebuah teriakan, ia mengangkat buku tersebut tinggi-tinggi, sejenak ia menjadi perhatian seisi kelas, tetapi tak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Shilla ini yang kemudian membuat dia menghela nafas keras

“siapa Shill?” tanya Zahra kembali, Shilla pun hanya mengangkat bahunya tanda ia juga tak tahu pemilik buku tersebut. Sejenak kemudian pembicaraan mereka terpaksa harus dihentikan ketika Bu Lina yang sudah memasuki kelas tersebut.

“good afternoon” sapa miss Lina

“good afternoon”

“now we open the English book, page 23!” perintah miss Linda, yang membuat Shilla mau tak mau menggunakan buku tersebut “Alvin! Where is your book?” tanya miss Lina ketika melihat Alvin yang duduk tanpa sebuah buku dihadapannya, ia pun tak pula meminjam buku Cakka untuk memakainya berdua

“ga bawa miss” jawab Alvin enteng, malahan sangat terlihat santai

“berapa kali saya sudah bilang, bahwa setiap dimata pelajaran saya harus diwajibkan membawa buku, anda ingat semua Alvin Jonathan?!” kata miss Lina dengan nada yang meninggi ,sedangkan Alvin? Masih dengan muka innocentnya yang parahnya lagi ia sama sekali tak melihat wajahnya miss Lina

“kau tau hukuman yang anda harus lakukan saat ini Alvin Jonathan?!”

“saya tau miss, saya harus lari dilapangan 20x kan?” tanya Alvin yang masih dengan ekspresi sebelumnya, tanpa  fikir panjang, Alvin pun langsung berjalan meninggalkan kelasnya dengan santainya tanpa mengubris tatapan aneh dari teman-temannya.

            Shilla yang menatap punggung Alvin yang lama-lama tak terlihat pun mau tak mau harus membuka buku bahasa inggris dihadapannya walaupun ia sama sekali tak mengetahui pemilik buku tersebut. Lembar demi lempar ia buka, aktivitasnya yang tiba-tiba ia hentikan ketika melihat sebuah nama yang terdapat dibuku tersebut, ‘Alvin Jo’.

----*----*----

            Shilla berjalan dengan tergesa-gesa, dikelasnya yang sedang tak ada guru karena guru tersebut sedang sakit yang memungkinkannya untuk berjalan keluar kelasnya. Tangan kanannya yang memegang sebotol air mineral dan tangan kirinya yang membawa sebuah buku cetak bahasa inggris. Langkahnya terhenti tiba-tiba ketika melihat seseorang yang sedari tadi ia cari sedang duduk dipinggir lapangan dengan posisinya yang dibawah pohon untuk menutupi sinar teriknya matahari pada saat itu. Tanpa pikir panjang, Shilla pun langsung menghampiri orang tersebut.

“ekhhmm…” dehamnya keras ketika sudah berada disamping orang tersebut, tetapi posisinya masih dalam keadaan berdiri. Melihat tak ada respon dari orang tersebut, Shilla pun langsung duduk disamping orang tersebut “boleh gue duduk disini?”

“tanpa lo izin sama gue pun lo udah duduk duluan” jawab orang itu cuek tanpa menoleh sedikit pun ke Shilla. Tenang Shill, dia udah berjasa banget buat lo, lo harus sabar ngadepin sifat dia yang kayak gini, batin Shilla

“nih!” ucap Shilla sambil menyodorkan sebuah botol air mineral yang sengaja ia bawa, orang yang disampingnya pun hanya menatap Shilla bingung dengan satu alis yang terangkat “eng… ini gue kasih ini takut-takut lo dehidrasi gitu” jawab Shilla gugup, entah mengapa disetiap ia bersama orang ini, jantungnya terasa seperti sedang marathon “ambil aja lagi” ucapnya kembali sambil kembali menyodorkan air tersebut, ragu-ragu orang tersebut mengambil dan kemudian menengguknya sampai habis yang membuat senyum diwajah Shilla merekah lebai

“thanks” ucap orang tersebut

“harusnya gue lagi yang berterima kasih sama lo, Vin” ucap Shilla kepada orang tersebut yang ia panggil ‘Vin’ tadi, yap siapa lagi kalau bukan Alvin, Alvin Jonathan.

“buat?” tanya Alvin sambil memainkan botol minuman yang airnya sudah habis tersebut

“ya, kalo ga ada lo gue ga tau harus  gimana lagi deh” terlihat sebuah senyum tipis yang dibuat oleh Alvin, walaupun tak terlihat jelas tetapi Shilla melihatnya “ini buku lo! Sekali lagi thanks ya” lanjut Shilla sambil menyodorkan buku bahasa inggris yang tadi ia bawa, Alvin pun langsung menerima buku tersebut

“Vin…” panggil Shilla “kenapa sih lo mau nolongin gue?” tanya Shilla yang membuat Alvin gelagapan untuk menjawab pertanyaan ini. Mati, gue harus jawab apa ini! Pekik Alvin dalam hati

“yaa… karena lo temen gue, ya temen gue. Lagian gue juga lagimales masuk kelas miss Lina” jawab Alvin yang sesungguhnya sebuah kebohongan besarlah yang sudah ia ucapkan.

“oh, Cuma temen ya” ujar Shilla lirih, nyaris terdengan seperti sebuah bisikan, tetapi Alvin mendengar perkataan Shilla tersebut

“maksud lo?”

“eh, engga kok, yaudah gue duluan ke kelas ya” jawab Shilla gelagapan yang kemudian berlari menuju ke kelasnya. Sorry Shill, batin Alvin yang melihat kepergian Shilla.

---*----*----


_mila saufika haling_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar