Selasa, 01 November 2011

“ Impian Alyssa ”


            Aku menyenderkan punggung ku tepat ke kursi roda ku yang selalu ada bersama ku. Aku memang seorang gadis yang terlahir tidak sempurna, aku adalah seorang Alyssa Saufika Umari yang terlahir dengan kaki yang lumpuh. Mungkin ini semua sudah menjadi bagian  dari takdir di hidup ku. Selain itu aku hanya tinggan bersama kakek ku, seseorang yang paling aku sayangi di dunia ini. Aku tak tahu siapa orangtua ku, melihat wajahnya pun saja tidak pernah. Yang jelas aku ketahui bahwa kedua orangtua ku menitipkan diriku kepada kakek ku, dan yang pastinya, mereka malu mempunyai anak cacat seperti ku!
            Ku putar roda yang terdapat dikursi roda ku secara perlahan, menuju sebagian kecil dari kamar kecil ku, sebuah laci meja kecil yang terdapat dipojokan ruangan. Ku buka laci tersebut, terdapat sebuah papan kayu yang berukuran sedang, di atas papan tersebut terdapat beberapa garis yang membentuk seperti rentetan tults-tutls piano. Memang benda tersebut adalah sebuah replika piano yang dibuat oleh kakek ku. aku memang mempunyai impian besar menjadi seorang pianist, seorang pianist yang bisa mengekspresikan karyanya dan bermanfaat untuk orang lain. Namun impian ku tersebut harus ku tutup rapat-rapat, semua harapan ku pupus ketika menyadari aku bukan lah seperti orang yang layaknya seperti biasanya, aku hanya seseorang penyandang cacat yang tak pernah di hargai di dunia ini.
***
            Aku memutar roda kursi roda ku secara perlahan, keramaian koridor sekolah yang sedikit mempersulit ku untuk menuju kelas ku. Tak ada satu pun yang memperdulikan kehadiran ku, mereka hanya menggapku seorang penyandang cacat yang memiliki nasib yang sangat buruk, itu lah aku.
            Aku memasuki kelas ku, ku sadari bahwa kelas ku yang tadinya dalam keadaan ramai, tiba-tiba langsung menjadi hening. Semua terdiam ketika menyadari kehadiran ku. Ku tundukan kepala ku dalam-dalam, aku sangat malu apabila dihadapkan dalam keadaan ini. Tiba-tiba ada seseorang yang memecahkan keheningan diruangan ini “eh, si cacat sudah datang!”
            Reflek, ku angkat kepala ku dengan cepat dan pandangan ku langsung tertuju kepada seseorang. Rian, cowok jail yang dapat ku simpulkan dia sama sekali tak suka dengan ku, entah dengan alasan apa, yang pasti sudah berkali-kali ini mencoba menjahili ku, tapi toh aku sama sekali tak perduli.
            Tawa orang-orang yang ada di kelas pun pecah, mereka langsung menertawai ku, mencaci, menghina ku dan memandang meremehkan ke arah ku. Tapi ini lah aku, aku yang sama sekali tak memperdulikan semua yang membenci ku, aku bangga menjadi diri ku ini.
***
            Ku tutup buku pelajaran ku yang telah ku baca. Ku lirik jam dinding yang berbentuk stitch yang terdapat di dinding kamar ku, jam yang menunjukan pukul 10 malam ini. Mata ku yang semakin lama semakin berat membuat rasa kantuk yang menghinggapi.
            Tiba-tiba ku dengar suara pintu yang berdecit, tanda seseorang yang masuk ke kamar ku. Ku lihat kakek ku yang berdiri tegap mengahadap ku, kadang aku malu terhadap diri ku. Seharusnya aku yang merawatnya ketika ia masuk ke masa tuanya, tetapi semuanya terbalik, ia harus bersusah payah merwat ku, menguluarkan tetesan keringatnya untuk membiayai hidup ku.
Ia berjalan menuju ke arah ku, lalu tersenyum kepada ku “belum tidur, Lyss?”
Aku menggeleng “baru selesai belajar, kek”
Dia berjalan membelakangi ku, tepat pojok kamarku lah yang ia tuju. Ia membuka laci lemari ku, tempat di mana papan kayu itu berada, ya ia mengambil papan kayu tersebut dan kembali berjalan ke arah ku “boleh kamu mainkan instrument ‘fur elise’ ?”
            Aku mengangguk setuju, kemudian ku raih papan kayu tersebut dan langsung menaruhnya di pangkuan ku. Perlahan ku mulai memainkan lagu tersebut, memejamkan kedua matanya dan membayangkan bahwa yang ada di hadapan ku bukan lah sebuah papan kayu lusuh yang sengaja dibuat agar mirip seperti tults-tults piano, tetapi sebuah piano sungguhan. Dapat ku rasa kan bahwa kakek ku memperhatikan ku dengan serius, memperhatikan jari-jari ku yang menari di atas papan tersebut. Sedetik kemudian ku buka kedua mataku, dan tersenyum tipis kepadanya.
            Dia mengusap ubun-ubun ku dan senyum yang mengambang di wajahnya semakin lebar “kamu makin pintar bermainnya, Lyss” ucapnya “kakek janji, kalau kakek punya uang lebih, kakek akan beliin kamu piano”
            Aku tersentak kaget mendengar ucapan kakek ku “tapi kek, piano itu harganya mahal” aku terlalu bodoh, bisa-bisanya aku mengeluarkan kata-kata seperti itu, aku tak mau menyinggung hatinya, aku takut ia merasa bersalah.
            Kakek ku menatap ku teduh, mencoba meyakin kan ku dengan perkataannya tersebut “kakek sudah janji sama kamu, kakek ingin melihat kamu menjadi pianist hebat, dan kamu harus buktikan semua itu dihadapan kakek”
            Air mata ku mengumpul di pelupuk mata ku, yang secara perlahan menetes melewati jawah tirus ku, aku tau ia sangat ingin melihat ku menjadi seorang yang sukses. Reflek, ku peluk erat tubuhnya, seperti tak mau kehilangannya.
***
            Aku kembali memutar roda kursi roda ku, tepat di koridor sekolah ku yang sangat sepi ini aku berjalan sendirian menuju ruang guru. Bu Sindy yang memanggil ku untuk menemuinya di ruang guru.
            Tetapi perjalanan ku yang secara tiba-tiba aku hentikan ketika mendapati sebuah hal yang sangat menarik bagi ku. Aku melihat sebuah ruangan yang ada di sekolah ku ini terbuka, aku memang telah cukup lama sekolah di sini, tetapi aku sama sekali tak pernah melihat ruangan ini terbuka. Rasa penasaran yang menyelinap ke hati ku membuat aku mendekati ruangan tersebut.
            Mata ku terbelalak kaget ketika melihat sebuah benda yang terdapat di pojok ruangan tersebut, sebuah benda yang sangat aku kagumi di dunia ini, piano. Perlahan aku mendekati benda tersebut. Ku usap permukaan piano tersebut karena sedikit berdebu. Mungkin apabila benda ini menjadi milik ku, aku akan merawatnya dengan sangat baik.
            Ku buka tutup permukaan piano tersebut yang menyembunyikan tults-tutls piano yang berwarna putih bersih. Entah dengan keberanian dari mana, aku mencoba menekan tults-tults piano tersebut yang lama kelamaan menarik ku untuk memainkan piano tersebut. instrument ‘fur elise’ yang dengan sempurna ku nyanyikan walaupun ada beberapa not yang salah, mungkin karena aku biasanya berlatih dengan sebuah papan kayu yang tak bisa menciptakan alunan nada yang seindah ini.
            Suara tepuk tangan seseorang yang bersumber dari belakang tubuh ku yang langsung menyita perhatian ku seketika. Ku putar tubuh ku, ku lihat Bu Sindy yang sedang menatap ku dengan wajah dinginnya. Ku tundukan kepala ku, aku takut kalau ia marah karena aku tak memenuhi panggilannya. Dapat ku rasa kan bahwa Bu Sindy yang berjalan menuju ke arah ku.
            Tiba-tiba aku merasakan bahwa seseorang yang menepuk pundak ku secara perlahan yang membuat aku menadah kan kepala ku. Dapat ku lihat Bu Sindy yang menatap ku dengan mata yang berkaca-kaca “permainan piano mu sangat bagus, Alyssa” Aku tersentak kaget mendengar perkatannya, dan ku tatap guru ku ini dengan senyum ragu, mungkin wajah ku sekarang ini sangat aneh. “Ibu punya sebuah kejutan untuk mu, yang pasti kamu akan menolaknya”
***
            Aku memantulkan tubuh ku ke sebuah kaca besar yang ada di hadapan ku. Senyum yang sedari tadi tak pernah pudar, mungkin hari ini sebagai hari yang terindah di hidupku. Kini aku bisa sedikit mewujudkan cita-cita ku, cita-cita sebagai seorang pianist. Sebuah ajang lomba yang di tawar kan Bu Sindy kepada ku yang justru saja tak bisa membuat aku menolaknya.
            Mc yang memanggil nama ku untuk naik ke atas panggung dan menunjukan sebuah persembahan yang terbaik dari ku. Dengan di bantu dengan beberapa orang, aku menaiki panggung masih dengan kursi roda ku. Tetapi entah mengapa perasaan gelisah yang menghinggapi di pikiran ku, tetapi dengan sekuat mungkin aku coba untuk menepis rasa tersebut, mencoba menenangkan diri ku.
            Di hadapan ku kini sebuah grand piano yang berwarna putih yang semakin membuat ku terlihat anggung. Ku biar kan jari-jari ku menari-nari di atas tults-tutls paino, yang menciptakan alunan yang sangat indah yang memenuhi ruangan ini.kini permainan instrument ‘fur elise’ telah selesai, semuanya berjalan lancer, aku memutar tubuhku agar menghadap ke arah penonton dan sedikit membungkuk kan tubuhku. Keheningan yang secara tiba-tiba tergantikan dengan tepuk tangan riuh penontoh yang membuat ku tersanjung. Tapi sekarang aku sadar tentang sesuatu yang membuat ku gelisah, kakek ku tak ada saat ini!
***
            Air mata ku tumpah seketika, di hadapan ku ada sebuah gundukan tanah. Sebuah pusaka terakhir seseorang, pusaka kakek ku. Kini semuanya telah berakhir, kakek ku telah di panggil sang kuasa. Yang ku ketahui, beliau sangat bersikeras untuk hadir dalam acara semalam, tetapi takdir berkata lain, tuhan terlalu sayang kepadanya, ia menghembuskan nafas terakhirnya saat kecelakaan tragis semalam. Sebuah kecelakaan yang merenggut semua nafasnya, yang mengeluarkan cairan merah kental dari tubuhnya.
            Ku genggam erat-erat piala yang ada di tangan kiri ku. “kakek, kakek janji kan untuk selalu bersama Lyssa! Selalu menemani Lyssa! Tapi mana janji kakek, kenapa kakek ninggalin Lyssa sendiri disini! Dan kakek juga janji buat beliin piano buat Lyssa, mana semua janji kakek?! Kakek bohong!” tubuh ku bergetar hebat, air mata meluncur semakin deras, membuat aliran sungai kecil di wajah ku “kakek liat, Lyssa bawa piala buat kakek! Semalam Lyssa menang, Lyssa bisa membuktikan bahwa Lyssa bisa untuk menjadi seorang pianist!”
            Seseorang yang memelukku dari samping, mencoba memberikan kekuatan untuk ku, seorang wanita yang sedari dulu aku benci, tetapi rasa sayang ku lebih besar dari pada rasa kebencian ku, dia Ibu ku. Walau pun ia telah membuang ku, tak mau mengaggapku sebagai anaknya, tetapi dia tetap menjadi ibu ku, seseorang yang telah berjasa melahirkan ku ke dunia ini “relain kakek mu Lyss, biar dia tenang di alam sana. Jangan buat dia sedih melihat keadaan kamu seperti ini. Dia sayang kamu Lyss, dan selamanya rasa sayang itu tidak akan hilang sampai kapan pun. Dia ingin melihat mu tersenyum di surga sana!” aku terdiam mendengar penuturan dari ibu ku, aku mencoba mencerna perkataannya “sekarang lebih baik kita pulang, sudah sore”
            Tanpa bisa menolak lagi, aku kembali duduk di kursi roda ku, tentu dengan di bantu oleh ibu ku. Biar lah angin kecang yang terus menerpa tubuh ku, yang ku harap bisa membawa sedikit kesedihan ku.
***
            Aku menatap lagit sore pada saat itu, angin kencang yang menerpa pepohonan yang membuat daun-daun terjatuh ke tanah. jarang sekali di Indonesia ada musim gugur. Kini semuanya telah berubah, aku bukan lah seorang Alyssa yang dulu, Alyssa yang hidupnya selalu diwarnai dengan cacian dan makian. Kini, langit cerah yang tadinya ditutupi oleh awah hitam telah terbuka, memberikan seberkas cahaya dan menimbulkan pelangi yang indah. Kini aku adalah seorang Alyssa Saufika Umari yang di hargai, di segani, dan di kagumi.
            Ku sapu pandangan ku di sekeliling kamar ku, terdapat kumpulan piala yang terdapat di lemari dan barisan piagam yang tertempel di dinding kamar ku. Semuanya telah berubah, roda telah berputar. Kini aku telah bisa mewujudkan impian ku sebagai pianist.
            Perjuangan ku selama bertahun-tahun telah membuah kan hasil,walaupun tidak memiliku kekurangan, aku tak pernah berputus asa. sebuah piano pun juga terdapat di kamar ku. Kamar ini telah berubah drastis ketika aku memutuskan tinggal bersama kedua orang tua ku dan memnbentuk sebuah keluarga bahagia.
            Kini semua kisah yang dulu diwarnai dengan tangisan telah terganti dengan senyuman. Sebuah kisah happy ending yang terdapat disepenggalan hidup ku. Sebuah kisah yang sama sekali tak bisa terlupakan. Kisah antara diriku, kakek ku, dan piano.

_selesai_

Senin, 03 Oktober 2011

Amour Pour Alyssa et Ashilla _part 17_

            Ify menyapu pandangannya sambil berjalan di koridor utama sekolahnya, ia menghela nafas panjang, selalu saja setiap hari ia terus seperti ini, ia selalu pulang terakhir dengan berbagaimacam alasan, sesungguhnya ia tak ma uterus menerus seperti ini, ia harus lebih banyak beristirahat. Diliriknya jarum panjang jam tangan berwarana biru yang melingkar di tangan kanannya yang menunjukan pukul 3 sore. Langit yang sudah mulai gelap dengan awan yang berwarna hitam pekat, dengan cepat Ify berjalan menuju gerbang sekolahnya, ia takut kalau ia harus pulang dalam keadaan basah kuyub. Tiba-tiba langkahnya terpaksa ia hentika ketika melihat seseorang yang berada tak jauh darinya. Seseorang yang sedang bersender digerbang sekolahnya dengan menggunakan jaket hitam serta tangan yang di lipat semakin menambah kesan ‘keren’ dari cowok tersebut, Rio.

Dengan ragu Ify melangkah mendekati Rio yang sesungguhnya jarak diantara mereka tak begitu jauh, dengan kebingungan yang berlebihan yang mengikuti Ify, lantaran Rio yang biasanya pulang paling awal dari murid-murid sekarang sedang berada di hadapannya dengan masih menggunakan seragam sekolah.

“benar dugaan gue, lo masih ada di sekolah” guman Rio yang hanya melihat Ify sekilas, itu pun hanya dengan ekor matanya.

“maksud lo?” tanya Ify bingung, bukannya menjawab pertanyaan Ify

“jangan ge-er dulu, maksud gue itu tadi gue ada urusan, dan menurut feeling gue lo masoh ada disekolah tercinta ini, jadi karena gue lagi berbaik hati dan tidak sombong, gue mau nganterin lo pulang bareng” jelas Rio dengan nada yang seperti tidak ikhlas

“tumben lo baik” cibir Ify

“yee… mau di tolongin malah bikin kesel, gue tinggal nih” ucap Rio ngambek yang kemudian menaiki motornya, sedangkan Ify hanya cengo melihat kelakuan Rio. Sebenernya bocah yang satu ini niat ga sih nganterin gue, batin Ify. “gue duluan ya” lanjut Rio yang kemudian melajukan motornya meninggalkan Ify yang sedetik kemudian membuat Ify kembali ke dunia nyatanya

“ee… Rio,, lo ngeselin banget sih,, gue ditinggalin sendirian!! Awas lo besok gue bales!!” ucap Ify dengan suara yang terdengar sebuah teriakan.

            Sedangkan Rio melajukan motornya dengan kecepatan sedang dengan sebuah senyuman yang terbentuk di balik helm yang menutupi kepalanya.

----*----*------

            Guyuran hujan dengan derasnya turun ke bumi, Shilla terduduk di teras rumahnya dengan perasaan gelisah, baru saja ia pulang dari tempat dimana ia bekerja, namun adik semata wayangnya yang belum sampai di rumahnya. Hujan yang turun semakin deras dan hawa dingin yang menusuk semakin membuat Shilla khawatir. Berkali-kali ia melihat phonecellnya untuk sekedar mengetahui jam berapa sekarang atau menunggu jawaban dari Ify atau pun kembali mencoba menelfon handphone Ify walaupun hasilnya sama sekali nihil. Shilla menggigit bibir bawahnya mencoba menenangkan dirinya.

            Tiba-tiba seseorang yang berjalan menembus derasnya rinai hujan, melihat orang tersebut, sontak Shilla berdiri. Ify, seseorang yang ada di hadapannya dengan keadaan yang basah kuyub dan tubuh yang mengigil.

“Ify lo dari mana aja?” tanya Shilla sambil mendekati tubuh Ify

“hehehe… tadi gue ada urusan, trus tadi gue nunggu angkot ga ada-ada, trus ujan deh” jelas Ify asal

“lo dari sekolah sampe rumah jalan kaki?” tanya Shilla, sedangkan Ify hanya mengangguk polos

            Mengetahui bahwa Shilla akan lebih lama mengintograsinya dengan beribu pertanyaa, dengan cepat Ify pun masuk ke rumahnya “udah ah, gue mau tidur, capek nih” ucapnya yang langsung meninggalkan Shilla. Sedangkan Shilla hanya diam menatap kepergian adiknya yang sedetik kemudian pandangannya beralih ke butiran-butiran hujan yang menuju ke bumi, nafasnya sedikit tercekat mengingat beberapa hari yang lalu, mengingat sebuah masalah yang sekarang berada di depan matanya.

----*---*----

            Perlahan Ify menggeliat di kasurnya, dengan berat hati ia mencoba membuka matanya perlahan sembari mengumpulkan nyawanya. Dengan lirikan matanya Ify melihat jam dindingnya yang menunjukan pukul 8 malam. Tadi sore sepulang sekolah ia langsung beranjak tidur tanpa memperdulikan apapun, karena badannya yang sudah lelah dan dinginnya hujan yang menusuk membuat suasana untuk tidur semakin mendukung.

            Phone cell yang sedari tadi bergetar membuatnya terpaksa untuk bangun dari alam mimpinya. Dengan cepat Ify meraih phone cellnya tersebut, dengan alis yang bertaut Ify melihat contact yang terpampang dilayar phone cellnya tersebut, ‘Gab_Stev’. Dengan cepat Ify menekan tombol ‘ok’ di handphonenya tersebut.

“halo” ucap Ify dengan suara agak parau karena baru bangun dari tidurnya

“halo Ify?! Aa… akhirnya lo angkat telfon gue juga,, dari kemarin handphone lo itu ga aktif, trus pas tadi gue coba nelfon lo lagi, ternyata nomor hp lo akif, langsung aja gue telfon lo berkali-kali, trus…” ucapan Gabriel yang harus terhenti seketika karena Ify yang memotong ucapannya

“Gabriel Stevent Damanik!! Dengerin gue dulu, kalo ngomong itu satu-satu, bikin gue pusing aja deh” sunggut Ify kesal yang membuat Gabriel tertawa kecil disebrang sana.

“hehehe,, maap Fy,, lagian lo main ngilang aja, bikin gue khawatir,, gue ke sekolah lo katanya lo ga masuk sekolah” ucap Gabriel

hahaha… lo kangen ya sama gue” goda Ify

“emmm… iya apa engga ya? Tapi kayaknya engga deh hahaha”

“aahh… sialan lo Gab, udah ah, gue mau tidur,, ngantuk nih,, lo sih ngangu aja”

“hehehe,, maap ya tuan putri, yaudah tidur gih sana, have a nice dream” mendengar Gabriel yang mengakhiri permbicaraannya, dengan cepat Ify pun menutup telfonnya untuk kemudian melanjutkan tidurnya.

----*----*----

            Shilla yang masih asik membaca novelnya yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya, tiba-tiba ia merasakan bahwa phone cellnya bergetar tanda sebuah pesan singkat masuk yang sedetik kemudian menyita perhatiannya untuk meraih phonecellnya tersebut

=============

From : _no name_
Bayangan mu selalu hadir di pelupuk mataku…
Mengisi jiwaku dengan mu
Jerat hatimu, ku kira kau selalu bersamanya
Lanjutkan hasrat yang tak pernah sirna tiada
Ingin ku rengkuh kenangan masa lalu..
Sebelum dia hadir di hidup mu

================

            Satu alis Shilla yang terangkat karena ia sama sekali tak mengerti kata-kata dari pesan singkat tersebut. Dengan cepat ia mengetik pesan balasan untuk orang tersebut, tapi.. arhg… sial,, saldo pulsanya yang saat ini tak mencukupi karena ia tadi sore ia lupa untuk mengisi pulsanya.

----*----*------

            Cahaya matahari menyelinap kedalam kamar Ify melalui celah-celah gorden yang memaksa Ify untuk membuka matanya. Sabtu pagi, hari libur yang membuat Ify malas untuk melakukan suatu kegiatan. Ia meletakan punggung tangannya tepat di kening dan lehernya. Panas, pekik Ify dalam hati. Dengan cepat Ify merogoh hand phonenya, dilihatnya di layar phone cell yang ada sebuah pesan singkat-sms- yang masuk.

=======================

From : Mario_stev
Jangan lupa nanti malem ada acara di rumah gue,,
Nanti sore lo siap-siap ke rumah gue,,

==============

            Membaca pesan tersebut membuat dua mata Ify membelalak, ia menepuk keningnya kesal, sungguh, ia benar-benar lupa bahwa ia terikat janji dengan Rio untuk tampil di acara ulang tahun pria tampan tersebut yang jatuh tepat pada hari ini.

“aduh, mati gue harus pake baju apa nih!” ucapnya yang kemudian langsung loncat dari tempat tidurnya dan bersiap-siap untuk mengubek-ubek lemari kamarnya, tetapi beberapa menit kemudian phone cellnya kembali berdering tanda bahwa sebuah sms telah masuk.

==========

From : Mario_Stev
Oh iya,,
Tenang aja ga usah mikirin bajunya,,
Udah disediain sama nyokap gue,,
Jadi lo tinggal bawa diri lo ke rumah gue,,

===========

            Ify bernafas lega setelah membaca pesan singkat tersebut tanpa berminat untuk mengirim balasan sms tersebut. Tiba-tiba pintu kamarnya berdecit, tanda seseorang membuka pintu kamarnya, Shilla.

            Shilla berjalan mendekatinya dengan tatapan aneh dengan keadaan kamar Ify yang seperti kapal pecah “abis ngapain lo Fy? Tauran?”

“oh iya, gue lupa bilangin lo kak. Hari ini ultahnya si Mario Bros, trus nanti malem gue di suruh ngiringin, ya… main piano gitu lah. Lo ikut ya?”

            Shilla mengerutkan keningnya, sambil menyingkirkan beberapa benda yang terdapat di kasur yang kemudian duduk di tepi kasur tersebut “ngapain? Lagian gue juga ga di undang, malu gue disana”

“ya kali-kali gitu lo nemenin gue, ajak aja kak Zahra, nanti Agni dateng juga kok”

“yaudah deh nanti gue pikir-pikir dulu” jawab Shilla cuek yang kemudian membuka majalah yang terdapat di kamar Ify “ngomong-ngomong lo mau nyanyi lagu apa?”

“makannya itu gue lagi mikir dari tadi” jawab Ify sambil mengacak-acak rambutnya “ada usul?”

“emm… apa ya? Kan waktunya mepet, mendingan lo nyanyi lagu yang lo udah bisa aja deh” usul Shilla yang masih sibuk membaca majalahnya, sedangkan Ify terdiam sejenak yang beberapa menit kemudian menyeringai lebar

“makasih banget kak, lo emang kakak gue yang the best deh” ucap Ify sambil mencubir pipi Shilla

            Shilla mendengus kesal “emangnya lo punya kakak berapa? Kan Cuma gue doang kakak lo” ucapan Shilla tersebut yang langsung membuat Ify tertawa

“hahaha… yaudah, sono gih! Gue pengen mandi!” ucap Ify, Shilla pun kemudian berdiri

Tuukkk….

            Majalah yang sedari tadi berada di tangan Shilla pun meluncur tepat di kepala Ify “balesan yang tadi lo nyubit gue :P” ucap Shilla yang langsung ngibrit meninggalkan Ify

“SIALAN LO KAK!!!”

----*----*----

            Tak terasa sekarang matahari telah berada di ufuk barat, langit pun mulai berubah warna yang awalnya berwarna jingga lama-lama berwarna hitam pekat. Malam telah menyapa dengan hawa dinginnya yang menusuk. Ify memantulkan dirinya di depan sebuah kaca besar. Ia yang sedang mencoba memasukan anting berwarna merah hati ke telingnya, warna yang senada dengan gaunnya serta aksesoris yang ia pakai saat ini. Dress merah selutut dengan lengan, gelang, kalung dan bando yang berwarna merah, serta high hills berwana merah yang semakin membuat penampilannya saat ini semakin sempurna.

            Ify sedikit memoleskan blush on di wajah tirusnya. Tiba-tiba ia merasakan sakit di kepalanya, otot-ototnya terasa menegang, keringatnya yang tiba-tiba bercucuran walaupun di rungan tersebut telah di nyalakan AC, ia menggigit bibir bawahnya, tangannya dengan cepat meraba mencari tasnya, di keluarkan sebuah kantung plastic berwarna putih transparan dari tasnya tersebut. Dan kemudian menelan beberapa butih isi dari plastic tersebut, obat!.

Tok..tok..tok…

            Suara ketukan pintu yang berasal dari luar ruangan tersebut, dengan berjalan yang sedikit sempoyongan tersebut, Ify membuka pintu tersebut, di lihatnya Shilla yang berada di hadapannya dengan balutan dress berwarna baby blue tersebut yang membuat kakak semata wayangnya terlihat anggun.

“lo udah siap Fy? Yang lain udah pada nungguin di bawah” ucap Shilla, sedang kan Ify hanya tersenyum tipis dan mengangguk “lo gapapa kan Fy?” lanjut Shilla yang sepertinya mengetahui keanehan dari kondisi adiknya sekarang ini

Mendengar pertanyaan Shilla tersebut, Ify panik dan gelagapan “eh, eng… gue gapapa kok”

“yakin?”

“iya gapapa kok” jawab Ify dengan senyum yang bertujuan agar Shilla tak mencurigainya lebih lanjut

“yaudah, turun yuk!” ajak Shilla yang menggenggam tangan Ify, mencoba menguatkan adiknya ini. Entah mengapa firasat gue malem ini gak enak banget, batin Shilla.

----*----*----

            Ify yang sedang bersama Agni dan Shilla, juga Zahra. Ya, Zahra dan Shilla yang awalnya sempat menolak tetapi dengan paksaan dari Ify dan Agni dan juga jurus memohon dan memasang muka memelas membuat Shilla dan Zahra akhirnya luluh juga untuk menghadiri pesta ini.

            Tiba-tiba Ify yang merasakan psuing di kepalanya sama pada saat ia berada di ruang ganti tadi kembali mendatanginya. Tanpa pikir panjang Ify pun segera beranjak pergi agar tidak menimbulkan kecurigaan diantara Shilla, Zahra dan Agni.

“Ag, kak, ka Ra, gue mau ke toilet dulu sebentar” ucap Ify yang langsung pergi meninggalkan mereka-Shilla, Agni dan Zahra-. Terbesit di fikiran mereka dengan tatapan bingung sambil tetap menatap punggung Ify yang semakin menjauh. Mereka pun saling berpandangan, seperti memikirkan hal yang sama di dalam fikiran mereka masing-masing, yaitu ‘tingkah Ify yang aneh’

“kak, gue mau nyusul Ify dulu” ucap Agni

Shilla dan Zahra pun mengangguk hampir serentak “iya, jangan lama-lama, sekalian bawa Ifynya balik ke sini”

Agni mengancungkan kedua jempolnya “sip deh kak”

----*----*---

            Ify berlari menuju toilet yang tempatnya lumaian jauh dari tempat keberadaannya tadi, sempat beberapa kali ia menabrak orang secara tidak sengaja, tetapi ia hanya mengucapkan kata ‘maaf’ yang kemudian kembali berlari. Sesampainya di toilet, tiba-tiba nafasnya yang terasa terceka.

Uhuk..uhuk..uhuk…

Suara batuk Ify yang menggema karena tempat tersebut sedang sepi, batuk yang baru ia keluarkan tidak lah sebuah batuk yang seperti biasanya, ia mengeluarkan cairan dari mulutnya, cairan kental yang berwarna merah, darah.

Arghh…

Ia sedikit merintih kesakitan sambil memegang kedua kepalanya, sedang sisa-sisa tenaganya, ia pun menyalakan keran air yang tepat berada di wastafel di hadapannya untuk menyiram darah yang baru ia keluarkan.

Tiba-tiba terdengar suara decitan pintu yang tepat tak jauh dari tempat berdirinya sekarang, tanda ada seseorang yang masuk ke ruangan tersebut “IFFFYYYY…!!!” pekik orang tersebut yang langsung mendekati Ify, Agni. “Fy lo gapapa kan?” lanjut Agni yang langsung mencengkram bahu Ify yang membuat Ify yang berada di hadapannya, sedangkan Ify hanya tersenyum lemah.

“gue gapapa kok Ag” ucap Ify lirih

Agni memandangnya dengan satu alis yang terangkat karena merasakan suatu kejanggalan dengan sahabat yang sekarang ada dihadapannya ini “tunggu deh…” ucap Agni yang tiba-tiba tangannya menyentuh ujung bibir Ify, setelah itu Agni memeperhatikan jarinya tadi, sebuah bercak berwarna merah yang sekarang berada di tangannya.

“Fy…. Jujur sama gue” ucap Agni lembut, Ify mengigit bibir bawahnya, mencoba menghapus kegugupannya, ini lah yang selama ini ia tutupi, semua rahasianya yang ia kubur rapat-rapat semua telah terbongkar “jawab Fy…” lanjut Agni dengan suara parau sambil mengguncang-guncang bahu Ify yang masih ada di hadapannya.

“gue beneran gapapa Ag” ucap Ify yang masih mencoba untuk mengilah dari Agni.

Agni tersenyum miring, senyum yang terlihat dingin di mata Ify “jawab yang sebenarnya Fy, jangan buat gue sebagai orang yang paling bodoh di dunia ini karena gue ga tau ada hal penting apa yang terjadi sama sahabat gue sendiri” jelas Agni yang terliat seperti sedang menahan tangisnya.

Ify menghelan nafas panjang, dadanya yang seperti terhimpir dua batu besar “nanti gue bakal jelasin semuanya ke elo, tapi ga sekarang… nanti setelah acara ini selesai” ucap Ify

Senyum lebar yang tiba-tiba merekah di wajah manis Agni “nah, gitu dong dari tadi, jadi gue ga usah capek-capek ngemis-ngemis ke elo, tapi lo bener-bener gapapa kan?”

Ify meninju pelan bahu Agni “siala lo Ag, harus berapa kali gue bilang ke elo kalo gue itu gapapa Agnoyy….”

“nama gue Agni, bukan Agnoy! Dosa lo ngeganti-ganti nama orang”

“hahaha, suka suka dong :p yaudah yuk, nanti kak Shilla sama kak Zahra nyariin” ucap Ify yang kemudian menarik tangan Agni.

----*----*-----

            Ify menghempaskan dirinya di kursi piano, sebuah grand piano berwarna hitam yang ada di hadapannya sekarang ini. Ia membuang nafasnya kasar, sesungguhnya kepalanya masih pusing dan berat sejak tadi, tetapi dengan sekuat tenaga Ify berusaha mencoba membuat dirinya seperti biasanya. Perlahan Ify mulai menekan tults-tults pianonya yang seketika memecahkan keheningan di tempat tersebut.

(dewa – Cinta kan membawamu kembali)

            Suara merdu Ify dan dentingan piano yang menggema ke seluruh ruangan tersebut. Ify mengehela nafasnya memcoba mengembalikan tenaganya, kepalanya yang semakin pusing, iya yakin, mukanya saat ini pasti telah berubah warna menjadi putih pucat. Lo haris kuat Fy! Soraknya dalam hati yang menyemangati dirinya sendiri. Perlahan Ify beranjak dari kursi pianonya untuk kemudian berdiri, Ify berjalan beberapa langkah maju ke depan yang kemudian membungkukkan badannya. Tepuk tangan Rio seketika menggema yang mengganti keheningan. Gue ga tahan lagi….!!! Pekik Ify dalam hatinya

Brrrruuukkk…..

            Seketika pandangan Ify gelap, ia pun sempat merasakan bahwa sebuah aliran kecil yang terpadan di wajah cantiknya, darah!

----*---*---

            Shilla terduduk lemas di ruang tunggu rumah sakit, sedari tadi tak berhenti-henti menjatuhkan air matanya, di sampingnya ada Zahra dan Agni yang masih mencoba menenangkannya, tak jauh dari sana, Rio yang sedang bersandar di tembok yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat Shilla.

            Ya, memang setelah kejadian tersebut pesta Rio hancur berantakan, Rio yang tetap ngotot untuk mengantarkan Ify ke rumah sakit yang terpaksa Tante Manda membubarkan acara tersebut, sesungguhnya tadi Tante Manda juga ingin pergi ke rumah sakit ini, tetapi niatnya harus ia urungkan karena tubuhnya yang telah sangat lelah.

            Keheningan yang mendominasi pada ruangan ini, hanya terdengan sayur-sayup suara isak tangisan Shilla. Tiba-tiba Rio menegakkan tubuhnya dan perlahan berjalan mendekati Shilla.

Sejenak ia menghela nafasnya “kak, sebenernya Ify sakit apa?” ucap Rio lembut

Shilla mendongakkan kepalanya, menatap kedua manik mata Rio mencoba untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk menceritakan sebuah rahasia besar dalam hidupnya juga dalam hidup adiknya, Ify. “mungkin udah saatnya kalian semua tau” ucap Shilla lirih “sirosis, kanker hati”

Mendengar jawaban Shilla, reflek Agni terlonjak kaget dan langsung menatap Shilla, mencari sebuah kebenaran di mata indahnya “lo gak bohong kan kak?”

Shilla menggeleng keras “apa untungnya kalo gue bohong sama kalian”

Rio merasakan lututnya yang tiba-tiba lemas, ia merosot dengan tubuh yang bersender ke tembok yang ada di belakangnya “sejak kapan?”

“gue baru tau sejak kira-kira sebulan yang lalu, tapi gue yakin Ify udah nyembunyiin semua ini sejak 2 tahun yang lalu” jawab Shilla sambil terisak “dan.. apakalian tau? Beberapa hari yang lalu, gue 3 hari menghilang itu gue maksa Ify buat kemo, tapi kondisi Ify malah ngedrop dan koma 2 hari”

            Agni membuang mukanya kasar, mencoba menetralisir kesedihannya dan meredam tangisnya “kenapa kak? Kenapa kalian nyembunyiin semua ini?!”

“semua ini atas permintaan Ify” Shilla kembali menghela nafas, mencoba kembali mengumpulkan kekuatan untuk kembali bercerita “Ify ga mau dia ngerepotin kalian, Ify ga mau nunjukin semua kelemahannya, Ify ga mau semua orang melihat dia dengan tatapan kasihan, dia ga suka di kasihanin”

Rio tiba-tiba menegakkan tubuhnya dan berdiri “gimana biar Ify sembuh total?!”

“satu-satunya cara adalah….” Ucapan Shilla yang menggantung “cangkok hati”

----*----*-----

            Gabriel memacu motornya dengan kecepatan tinggi, hujan yang semakin turun dengan derasnya tak memperdulikan hujan yang semakin semangat menhujani dirinya. Kilatan cahaya dan suara kerasnya petir dilangit yang sangat gelap. Suasana jalanan yang lumaian sepi semakin mendukung aksi kebut-kebutannya.

            Seketika suara tersebut kembali terngiang-ngiang di otaknya ‘Ify masuk rumah sakit, dia koma, cepet ke sini, jangan buang waktu!’ suara parau Shilla  yang tadi menelfonnya ketika ia sedang berada di rumah temannya, Kiki. Ia memang sengaja tak menghadiri pesta adiknya yang sesungguhnya juga pesta ulang tahunnya, walaupun di acara tersebut juga ada seseorang yang paling berharga di hidupnya, Ify. Mengingat kejadian tersebut semakin membuat rasa bersalah di hati Gabriel semakin besar dan ia masih terus-menerus meruntuki dirinya. Mengapa ia selalu tak ada di saat Ify sedang membutuhkannya? Mengapa egonya selalu saja membuat ia mengabaikan seseorang yang ia cinta? Mengapa ia tak mengikuti jalannya pesta tersebut? Kalau disana ada dia pasti dia akan segera menolong Ify.

            Ia kembali mengencangkan gas motornya, membuat motornya yang mungkin sedang melaju dengan kecepatan sangat tinggi, ia tak memperdulikan sama sekali keadaan disekitarnya, yang ada di fikirannya hanya ada ‘Ify, Ify dan Ify’. Ia mengigit bibir bawahnya, tangannya yang sudah menjadi dingin dan badannya yang sudah menggigil terkena guyuran derasnya hujan. Sejenak Gabriel menutup matanya, mencoba mencari kembali seberkas kekuatan di dirinya, tiba-tiba ia merasakan sinar terang yang ia di kelopak matanya, reflek ia membuka matanya, sebuah truk yang melaju dengan kecepatan cepat dan tepat berada di hadapannya.

Brrraaaaaakkkkk…..

            Butiran-butiran hujan yang jatuh ke aspal jalanan tiba-tiba bercampur dengan cairan kental yang membuat air hujan tersebut berwarna merah, darah!.

----*----*------





huuuuaaa....
maaf banget ya jelek..
mm....
mungkin cerbung ini bakalan endingnya segera,,
soalnya....*ngegantung*

hahahah...
mksih banget ya yang udah mau setia baca dari awal,,
maaf kalo ga sesuai keinginan atau apa lah,,

yaudah jangan lupa kalo suka tinggalkan jejak,,
dan maaf kalo yang kecipratan tag,,


_mila saufika otlivio_

Senin, 05 September 2011

Amour Pour Alyssa et Ashilla _part 15_

            Shilla berjalan dilorong sekolahnya yang sudah dalam keadaan sepi, Zahra yang baru saja meninggalkannya karena sedang ada urusan. ngenes banget deh gue punya temen yang super sibuk, runtuknya dalam hati. Langkahnya yang tiba-tiba harus ia hentikan karena ada seseorang yang memanggil namanya

“Shilla!” panggil orang tersebut, dengan setengah hati ia pun membalikan badannya dan dilihatnya Cakka yang sedang berlari kearahnya

“kenapa?” tanya Shilla dengan salah alisnya yang terangkat

“gue boleh minta nomor hape lo?”

“buat apa?”

“ya… buat nanya kalo ada pr gitu” jawab Cakka kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal

“mana hape lo?” tanya Shilla, dengan cepat Cakka pun menyodorkan phone cellnya ke Shilla “nih!” ucap Shilla ketika selesai mengetik nomor hapenya diponsel Cakka

“gue duluan ya Kka!” lanjut Shilla yang kemudian berjalan meninggalkan Cakka, Cakka pun hanya diam menatap punggung Shilla yang lama-lama menjauh

“serius juga lo mau ngedeketin Kak Shilla” ucap seseorang  yang tiba-tiba sudah berada disamping Cakka yang membuat Cakka reflek menoleh ke orang tersebut yang posisinya sudah sejajar dengan dirinya

“gue ga main-main sama dia, Ag” jawab Cakka kepada orang yang dipanggilnya ‘Ag’ tersebut, Agni.

“ternyata playboy kayak lo itu bisa serius juga ya” ucap Agni dingin, malah bisa dibilang nadanya terdengar sinis ditelinga Cakka yang kemudian berjalan meninggalkan Cakka

“gue udah berubah Ag, gue serius sama dia!” pekik Cakka tiba-tiba yang membuat langkah Agni terhentikan, sejenak ia menoleh ke Cakka dan kemudian pandangannya terarah seperti semula

“will we see…” itulah sebuah kata yang dikatakan Agni yang kemudian berjalan meninggalkan Cakka sendirian.

---*---*----

            Ify yang tampak berlari-lari kecil untuk menyamai langkah Rio yang melangkah dengan cepat.

“tungguin gue dong Yo” ucap Ify yang sedikit ngos-ngosan

“lagi lo ngapain sih pake ngikutin gue!” kata Rio yang masih berjalan tanpa mengubris Ify yang sudah mulai kecapean

“eng…eng…. Gue ga ada temen pulang, jadi kebetulan ada lo, ya boleh dong gue pulang bareng sama lo walaupun hanya sampe depan gerbang sekolahan heheh” jawab Ify

“aneh!” pekik Rio lirih agar tidak terdengar oleh Ify, tetapi kali ini Ify mendengarnya

“apa maksud lo?!” tanya Ify galak yang sudah mulai mau bertengkar kembali dengan Rio, tetapi Rio tak mengubrisnya malahan langkahnya yang tiba-tiba terhenti yang sempat membuat Ify hampir menabraknya “lo ngapain sih kok tiba-tiba mendadak berhenti?! Gue pengen jatoh tau!” tanya Ify, tetapi Rio lagi-lagi tak mengubrisnya, pandangannya lurus ke depan, karena penasaran, Ify pun mengikuti arah pandangannya Rio, dan apa yang dilihatnya? Seseorang yang tak asing lagi baginya sedang berdiri didepan gerbang sekolahnya sambil tersenyum ramah ke arahnya

“Gabriel?!” pekiknya kaget ketika melihat orang tersebut, sedangkan Rio hanya bisa diam terpaku menatap Gabriel tajam “lo ngapain disini Gab?”

“gue mau jemput lo” jawab Gabriel yang super duper santai. Lama-lama Gabriel ketularan virus cueknya Rio nih, batin Ify yang menatap penampilan Gabriel dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sebuah t-shirt polo berwarna putih polos dengan celana jeans dan sebuah sepatu kets putih, kedua tangan Gabriel yang dimasukan ke kantung celananya yang semakin membuat Gabriel terlihat sangat cool.

“eng… gue gue…” ucapan Ify yang menggantung serta Rio yang tiba-tiba memotong perkataan Ify

“Ify pulang sama gue” sela Rio dengan ekpesi datar, tetapi yang terdengar di telinga Gabriel pekataan Rio tersebut terdengan tajam, apalagi dengan Rio yang sam sekali tak meliriknya “ayo lo pulang bareng sama gue!udah mau hujan nih!” ucap Rio otoriter yang dengan seenaknya menarik tangan Ify pergi menuju ke parkiran motornya. Gabriel yang menatap kepergian Rio dan Ify yang lama-lama tak terlihat, sedangkan Ify hanya pasrah dirinya ditarik oleh Rio sambil menetralisir detak jantungnya karena genggaman kokoh tangan Rio yang menarik tangannya.

----*----*----

            Seorang pemuda menjalankan mototrnya dengan kecepatan sedang, entah perasaan apa yang sedang ia rasakan sekarang. Marah, kesal dan cemburu bercampur jadi satu dihatinya.

Tess…

Tetesan air yang menyentuh kulitnya, awalnya ia menyangka tetesan air tersebut dari bekas-bekas embun pohon.

Tess….

            Tetesan air tersebut kembali menyentuh kulitnya, lama kelamaan air tersebut turun semakin banyak, hujan. Karena menurutnya hujan yang turun semakin deras yang memaksanya untuk berhenti disebuah kafe, ‘Blue and Red Café’. Dengan sedikit berlari-lari kecil dengan kedua telapak tangannya yang menutupi kepalanya, pemuda tersebut masuk ke dalam kafe tersebut.

            Suasana kafe yang hangat dengan secangkir cappuccino panas yang ada dihadapannya. Pandangannya yang kosong ke arah luar jendela, menatap hujan yang masih turun dengan derasnya. Sialan, lama banget nih berhenti hujannya, runtuk pemuda tersebut dalam hati.

“mm… maaf boleh gabung?” ucap seseorang yang sempat mengagetkan pemuda tersebut, memaksa pemuda tersebut mengalihkan pandangannya dari objek pandangannya yang sebelumnya. Pemuda tersebut mengangkat kepalanya dan menatap aneh gadis yang ada dihadapannya. Menyadari tatapan aneh dari pemuda yang ada dihadapannya ini, gadis itu pun dengan cepat berkata “ini.. meja disini semuanya penuh, dan gue lihat Cuma ada bangku yang kosong disini”

“oh, yaudah duduk aja” jawab pemuda tersebut

“mm… kenalin gue Zahra” ucap Zahra-gadis yang tadi-sambil mengulurkan tangannya

“gue Gabriel” jawab Gabriel-pemuda tersebut- sambil membalas uluran tangan Zahra dan tersenyum manis. Ganteng! Pekik Zahra dalam hati, ingin sekali ia mengucapkan semua yang ada di hatinya, tetapi ia tahu bahwa ia baru mengenal Gabriel tak lebih dari beberapa menit yang lalu. “lo kenapa?” tanya Gabriel bingung yang melihat Zahra yang tampak bengong, sedetik kemudian ekspresi Zahra yang  berubah menjadi salting

“eh, gapapa kok” jawab Zahra yang masih mencoba seperti biasa “emm… kayaknya gue pernah ngeliat lo deh, tapi dimana ya?” ucap Zahra yang tampak berfikir, mengulang semua memori diotaknya. “oh iya, gue pernah liat lo di sma gue!” kata Zahra yang tampak bersemangat

“sma lo?” tanya Gabriel bingung sambil mengernyitkan dahinya

“iya sma gue, sma Samsonia” jawab Zahra yakin

“mm… oh iya, itu sma temen gue, gue sering ke sana buat jemput dia”

“pantesan gue kadang-kadang ngeliat lo didepan pintu gerbang, gue kira ada satpam baru” ucap Zahra yang berupa candaan

“sialan lo!” kata Gabriel sambil mendorong pelan bahu Zahra

---*---*----

Rinai hujan yang masih turun ke bumi dengan derasnya. Sebuah motor menembus hujan tersebut yang kemudian berhenti di depan rumah sederhana yang bercet putih. Dengan cepat Ify turun dari motor Rio

“thanks banget Yo” kata Ify setelah turun dari motor Rio, sedangkan Rio hanya menanggapinya dengan sebuah anggukan kecil “mau mampir dulu? Nanti kalo lo ujan-ujanan malah sakit lagi”

“ga usah, gue buru-buru mau ada urusan” jawab Rio”gue duluan ya” lanjut Rio yang kemudian kembali menjalankan mototrnya meninggalkan Ify.

            Ify memasuki kamarnya yang bernuansa biru, akhir-akhir ini ia memang lebih sering menyendiri di kamarnya ketimbang berada di ruang tengah, mungkin juga factor kesehatannya yang akhir-akhir ini menurun yang mengharuskannnya untuk lebih banyak beristirahat.

            Dihempaskannya tubuh mungilnya dikasur miliknya, sejenak ia pejamkan matanya dan tangan kanannya yang memijat-pijat keningnya. Entah mengapa hari ini ia terasa kepalanya agak sedikit berat dari pada biasanya.

            Tiba-tiba ia terbangun dan berdiri yang kemudian melangkahkan kakinya. Langkahnya yang tiba-tiba ia hentikan didepan sebuah rak yang berukuran sedang dan tangannya yang meraih sebuah buku, lebih tepatnya sebuah album foto. Saat album tersebut sudah berada ditangan kanannya ia pun kembali ke kasurnya untuk duduk dipinggiran kasurnya. Diusapnya lembut cover album tersebut yang sedikit berdebu, mungkin karena sudah lama tak ada yang menyentuh album tersebut. Lembaran pertama ia buka, terlihat seorang wanita, seorang lelaki dan 2 orang anak perempuan. Wajah mereka yang tersenyum lepas, Ify ingat foto tersebut diambil ketika ia bersama keluarganya yang sedang liburan ke jogja. Ia pun membuka lembaran-lembaran foto berikutnya, ada sebuah foto yang terkesan dihidupnya. Di foto tersebut, terlihat dimana Shilla dengan pipi yang digelembungkan sedangkan Ify dengan bibirnya yang mengerucut. Bibir mungil Ify yang tak bisa ditahan lagi untuk membuat sebuah senyuman,tapi entah mengapa hatinya yang terasa sesak dan nafasnya yang tercekat, ia rindu dengan masa lalunya, ia rindu dengan orang tuanya dan suasana keluarga yang harmonis. Dengan cepat ia menutup album foto tersebut, dan langsung menghempaskan dirinya ke kasur untuk masuk ke alam mimpinya

---*----*---

            Ify perlahan-lahan membuka kedua matanya, dilihatnya samar-samar jam dindingnya yang menunjukan angka 20.00. kebo banget gue! Pekiknya dalam hati. Perhalan ia merasakan hidungnya mengeluarkan sebuah cairan, dengan cepat ia mengusap hidungnya, cairan berwarna merah kental yang terdapat ditangannya.  Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandinya yang ada didalam kamarnya. Huh, untung aja, batinnya lega. Namun dewi fortuna sekarang sedang tidak berpihak di Ify, ternyata darah yang tadi dikeluarkan dari hidungnya yang berceceran dilantai kamarnya, dengan cepat Ify mencari sesuatu yang bisa menghapus tetesan darahnya tersebut.

“Fy, elo….” Ucap Shilla yang tiba-tiba membuka kamar Ify dan ucapannya terhenti ketika melihat tetesan darah tersebut dilantai kamar Ify, dilihatnya Ify yang mematung, mungkin karena shok terhadap kehadirannya yang mengagetkan adiknya “Fy, elo kenapa?” tanya Shilla kembali dengan nada bergetar sambil berjalan mendekati Ify “please jawab Fy, gue ini kakak lo! Cerita sama gue kalo lo punya suatu masalah, anggep gue ada disini, disini untuk lo!” ucap Shilla dengan nada yang meninggi tetapi diakhir kalimatnya, suaranya nyaris seperti bisikan

“mungkin udah saatnya lo tau semuanya kak” jawab Ify yang akhirnya mengeluarkan suaranya, walaupun ia mengucapkannya dengan lirih, suaranya terdengar seperti sebuah keputusasaan.

---*---*----

            Sinar mentari memasuki kamar Ify dengan celah-celah dari gorden yang ada dikamarnya. Dengan malas Ify perlahan-lahan membuka matanya, kepalanya yang terasa sangat berat, mungkin karena efek semalam ia tidur jam 2 malam. Diliriknya jam dindingnya yang menunjukan pukul 7 pagi. Oh, masih jam 7, batinnya yang kemudian kembali memejamkan matanya mencoba kembali untuk tidur. Sedetik kemudian Ify membuka matanya lebar-lebar, ia baru tersadar pagi ini ia telat ke sekolah, malahan bisa dibilang sangat telat. Bel disekolahnya sudah berbunyi sekitar 30 menit yang lalu.

“GUE TELAT!!” teriaknya yang reflek loncat dari kasurnya menuju kamar mandinya, namun kegiatannya tersebut seketika ia hentikan ketika melihat seseorang yang membuka pintu kamarnya, Shilla.

“kak lo kok ga bangunin gue sih? Gue kan mau ke sekolah! Trus lo juga ngapain masih disini? Lo ga sekolah? Jangan bilang lo telat bangun juga kayak gue!” cerocos Ify yang kemudian membuat Shilla terkekeh “ditanya bukannya jawab malah cekikikan kayak mbak kunti” cibir Ify

“hahaha… pelan-pelan Fy kalo ngomong, jangan 1 tarikan nafas kayak gitu. Gue itu emang sengaja ga bangunin lo buat kita pergi ke suatu tempat” jawab Shilla enteng

“heh? Lo ngajakin gue bolos gitu?”

“mm… bisa dibilang iya, tapi engga juga sih” jawab Shilla plin plan “pokoknya gue pengen ngajak lo pergi, no coment! Sekarang mendingan lo mandi dulu gih!” kata Shilla yang mendorong Ify untuk masuk ke kamar mandi. Gue lakuin semua ini karena ini menurut gue yang terbaik buat lo Fy, batin Shilla.

---*---*---

            Rio menatap bangku kosong yang ada didepannya, tak ada seseorang yang menempati bangku tersebut, seseorang yang biasanya bertengkar dengannya, seseorang yang biasanya ia cuekin, seseorang yang ia sangat senang apabila melihat ekspresi wajah marah pada orang tersebut, dll. Tak ada kabar, tak ada surat pemberitahuan, tak ada sms yang masuk untuk member tahu alasan mengapa orang tersebut tak masuk hari ini.

“jangan ngelamunin Ify terus Yo!” ucap Ray tiba-tiba sambil menepuk pundak Rio, yang membuat Rio tersadar dari lamunannya dan kembali ke dunia nyata “ckckck… makannya kalau ada orangnya jangan nyari ribut mulu bro, giliran orangnya ga masuk kangen kan?” tuduh Ray sambil menaik turunkan alisnya dan memasang wajah innocentnya. Rio pun melengos, malas menanggapi ucapan sohibnya ini, moodnya saati ini sedang buruk. Walaupun ia kesal dengan perkataan Ray, namun ia benarkan dalam hati bahwa perkataannya Ray tersebut tepat, sangat tepat.

“Ag, Ify kenapa ga masuk?” tanya Rio refleks yang membuat Agni langsung menoleh ke arahnya dan manatapnya aneh. Tumben Rio nanyain Ify, bukannya mereka rival ya? Batin Agni heran “ga usah ngeliatin kayak gitu juga kali Ag, gue Cuma mau nanya kenapa Ify ga masuk doang, jangan berfikiran aneh-aneh”

“gue juga ga tau Yo” jawab Agni sambil menangkat bahunya. Jangan-jangan Ify sakit gara-gara kehujanan kemarin ya, batin Rio. “nanti gue nanya ke kak Shilla sekalian nanti siang  gue mau ke rumah Ify, lo mau ikut ga?” tanya Agni, sedangkan Rio hanya mengangguk, takut ia berkomentar lagi dan akhirnya Ray yang nge-cak-kin dia.

---*----*---

            Cakka yang menghampiri Zahra yang sedang asik membaca novel kesukaannya, sesungguhnya ia sedikit ragu-ragu untuk bertanya kepada Zahra, tapi rasa penasaran yang mendorongnya untuk bertanya kepada gadis yang ada dihadapannya sekarang ini.

“mm… Ra?” panggilnya ragu-ragu, dengan cepat Zahra pun menoleh ke arah Cakka dan melihat pemuda tampan dihadapannya ini dengan tatapan aneh. Tumben banget Cakka nyamperin gue, ngajak ngobrol lagi, batinnya.

“ada apa?”

“mm…. lo tau si Shilla kemana?” tanya Cakka. Pasti deh nanyain Shilla, batin Zahra.

“gue ga tau, dia ga ada kabarnya” jawab Zahra yang mencoba bersikap seperti biasanya.

            Tak jauh dari tempat kejadian, seorang perempuan berdiri diambang pintu kelas sambil menatap Zahra dan Cakka. Entah mengapa hatinya sangat ragu untuk berjalan menghampiri mereka-Zahra dan Cakka- dan kedua kakinya seperti terpaku untuk diam ditempat.

            Menyadari ada seseorang yang memperhatikan Zahra dan Cakka, dengan cepat Zahra pun menoleh ke arah pintu kelasnya. “Agni!!!” panggilnya ketika melihat Agni-perempuan tadi- yang sedang berdiri didepan pintu kelasnya dan menatapnya.

“eng…eng…” kikuk! Itulah yang Agni rasakan sekarang, lidahnya kelu ketika ingin menjawab pertanyaan dari Zahra. Ia tertangkap basah sedang memerhatikan seseorang, walaupun sesengguhnya Zahra tak mempermasalahkan hal itu, Zahra hanya bingung mengapa Agni tumben sekali berkunjung ke kelas tercintanya pada jam istirahat seperti ini. Entah keberanian dari mana yang tiba-tiba Agni dapat untuk berjalan menghampiri Zahra yang notabenya sedang ada disebelah Cakka.

“kamu ngapain disini Ag?” tanya Zahra ramah

“eng…. Itu kak, aku mau nanyain kabarnya Ify, hari ini dia ga masuk” jawab Agni “kak Shillanya ada?”

“Shillanya juga ga masuk tuh, Ag” jawab Zahra

“mm… yaudah deh kak, aku mau buru-buru ke kelas dulu, mau ada urusan” kata Agni yang sebenernya ingin kembali ke kelasnya karena ingin menghindari Cakka yang sedari hanya diam

“oh iya, nanti kalau kamu mau ke rumahnya Ify, titip salam ya” ucap Zahra disertai senyum manisnya, sedangkan Agni hanya mengangguk yang sedetik kemudian berlari menuju ke kelasnya. Mungkin semudah itu lo lupain gue, dan ga nyadarin kehadiran gue disini, batin seseorang, Cakka.

---*----*---

            Gabriel masih melaksanakan rutinitas hariannya, ia kembali menunggu didepan gerbang sma Samsonia, lebih tepatnya menunggu Ify yang tak kunjung datang. Satu persatu murid sma Samsonia berhamburan keluar sekolahnya, tetapi Gabriel tak menangkap sosok Ify disana.

“Gabriel!” panggil seseorang yang reflek langsung membuat Gabriel menoleh ke arah orang tersebut. Bukan Ify, batinnya ketika melihat orang tersebut, Zahra. Dilihatnya Zahra yang sedang berjalan semangat ke arahnya. “ternyata bener lo berganti profesi jadi tukang ojek anter jemput” cibir Zahra yang sebagai candaan

“sialan lo, ganteng-ganteng gini gue dibilang tukang ojek” balas Gabriel sambil mendorong pelan bahu Zahra yang semakin membuat Zahra cekikikan

“lo ngapain disini?” tanya Zahra “gue tebak lo pasti lagi mau jemput temen lo itu kan?”

“tau aja lo Ra” ucap Gabriel “tapi kok orangnya ga nongol-nongol dari tadi ya?”

“emang siapa namanya?” tanya Zahra penasaran

“Ify” jawab Gabriel. Hah? Ify? Ternyata dunia ini sempit ya, batin Zahra

“dia hari ini ga masuk” jawab Zahra yang sebisa mungkin menutupi kekecewaan diwajahnya

“heh? Lo kenal Ify? Lo temen sekelasnya?”

“bukan, Ify adiknya temen gue, ya gue lumaian deket lah sama dia”

“dia hari ini kenapa ga masuk?”

“gue juga ga tau, kakaknya hari ini juga ga masuk tanpa kabar”

“oh, kalau gitu gimana kalau gue anterin lo pulang?” tanya Gabriel. GUE MAU!!! Batin Zahra histeris

“ga usah nanti malah ngerepotin lo lagi” tolaknya halus, ia sediri meruntuki kebodohannya atas ucapannya barusan yang pastinya berbeda dengah hatinya

“engga kok, ya itung-itung sebagai tanda terima kasih gue soalnya lo udah mau ngasih tau gue, kalo ga ada lo ga tau pasti gue udah lumutan, jamuran, karatan nunggu disini”jelas Gabriel, yang kemudian disambut dengan anggukan dari Zahra

----*----*-----

            Agni dan duo RR-Rio dan Ray- memasuki pekarangan rumah Ify yang sepi, malah dibilang sangat sepi. Pintu yang tertutup rapat. Berkali-kali Agni mengetuk pintu tetapi tak ada yang menjawab. Berkali-kali juga Agni yang mencoba mengubungi phonecell Ify tetapi tak ada yang mengangkat panggilannya, ia pun juga sudah mencoba menghubungi nomor telefon kakaknya Ify, Shilla, tetapi apa yang diterimanya sama, phone cell Shilla tidak aktif.

“mm… ada apa ya dek?” tanya seorang ibu-ibu yang mengagetkan mereka-Agni, Rio dan Ray- yang langsung reflek menoleh ke arah belakang.

“itu, Ifynya ada ga bu?” ucap Agni yang walaupun terdengar kikuk karena kehadiran ibu tersebut yang mengangetkan

“oh, mm… kayaknya tadi pagi Ify sama Shilla pergi deh, tapi mereka ga pake baju seragam sekolah” jawab ibu tersebut

“ibu tetangganya?”

“iya, ibu tinggal disebelah” jawab ibu tersebut “sebaiknya kalian pulang dulu deh, kayaknya Ify sama Shilla bakalan lama”

“oh yaudah kalo gitu kita pulang dulu ya bu” jawab Agni sopan yang langsung menarik tangan Rio dan Ray secara paksa yang sebenernya tak mengerti apa yang dibicarain antara Agni dengan ibu tersebut

“apaan sih Ag, main narik-narik tangan orang!” sunggut Rio kesal sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan Agni

“emangnya lo ngomong apa sih Ag?” tanya Ray yang bersikap dewasa-tumben-

“itu katanya Ify sama kak Shilla bakalan lama perginya” jawab Agni

“emangnya mereka pergi ke mana?” tanya Ray

“gue juga ga tau”

“yaudah balik yuk, gue buru-buru nih!” kata Rio yang kemudian disertai anggukan setuju oleh Agni dan Ray.

-----*---*----




_mila saufika haling_

Jumat, 26 Agustus 2011

Amour Pour Alyssa et Ashilla _part 14_

            Shilla melangkah memasuki pekarangan rumahnya yang terlihat sangat sepi, walaupun memang ruman tersebut sehari-harinya sudah sepi, namun kali ini Nampak seperti rumah ini kosong, atau mungkin Ify yang belum sampai dirumah.

            Diputarnya kenop pintu tersebut dan kemudian ia tutup kembali, ia pun melangkah memasuki rumahnya, ketukan kakinya dengan lantai terdengar jelas karena memang pada saat itu suasana sangat sepi. Dihempaskan tubuhnya ke sofa diruang tengahnya. Ditatapnya televise yang ada dihadapannya, walaupun sebenarnya televise itu tidak menyala.

            Pandangannya yang lurus dengan fikirannya yang terbang kemana, ia teringat sebuah kisah dimasa lalunya. Dimana ia tinggal dengan adiknya dan kedua orang tuanya yang membuat sebuah keluarga bahagia. Dimana mereka tidak tinggal dirumah ini, mereka tinggal disebuah rumah yang terbilang mewah, tapi… semua itu hanya masa lalu. Sesungguhnya ia membenci dirinya apabila ia kembali menengok ke masa lalunya. Ia benci semua kenangan tersebut.

            Dialihkan pandangannya ke dinding rumahnya, terdapat beberapa pigura foto yang menyimpan banyak kenangan manis untuknya. Dan dimana sebuah fotonya bersama Ify yang sedang tersenyum lepas. Tapi, sekali lagi, semua itu hanya kenangan, ia saja tak tahu apa yang terjadi pada adiknya, ia tahu bahwa adik semata wayangnya tersebut adalah seseorang yang tertutup.

            Dipejamkan sejenak matanya, mencoba melemaskan otot-ototnya, hingga akhirnya ia pun terlelap menuju alam mimpi.

---*----*----

            Ify menyeruput es jeruk pemberian Tante Manda, diliriknya sejenak sesosok wanita paruh baya ini yang tepat duduk disampingnya.

“jadi gini tante, maksud tujuan saya datang ke sini adalah, tadi Rio bilang ke saya bahwa tante lagi butuh orang yang bisa main piano untuk mengiringi pesta yang tante buat, apa benar itu tante?” ucap Ify sopan yang membuka topic pembicaraan

“iya, tante emang lagi nyari orang, memangnya kamu bisa main piano?” tanya Tante Manda

“saya sih bisa dikir-dikit tante, ga begitu jago, tapi…”

“yaudah, kalo gitu kamu aja yang main piano, nanti tenang aja, tante kasih kamu uang buat jajan kok”

“memang acaranya tanggal berapa tante?”

“tanggal 24 oktober”

“yaudah kalo gitu tante, nanti saya pikir-pikir dulu, sekalian saya tanya ke kakak saya dulu, saya pimit dulu ya” kata Ify sopan yang kemudian mencium punggung tangan Tante Manda

“kamu pulang naik apa Fy?”

“emm… paling nanti nyari angkutan umum”

“udah biar Rio aja yang nganterin”

“tapi…”

“udah biar Gabriel aja yang nganterin!” sela Gabriel yang tiba-tiba muncul yang langsung menyela perkataan Ify yang membuat Ify cengo

“emangnya lo bisa bawa motor Gab?” ucap Ify polos yang membuat Gabriel merenggut kesal

“lo ngeremehin gue?”

“ya, ga juga sih, tapi ga yakin aja heheh” jawab Ify terkekeh

“kamu beneran bisa bawa motor?” tanya Tante Manda yang ikut memastikan

“ya bisa lah Ma, gini-gini dulu aku juga belajar motor” sunggu Gabriel

“yaudah, kamu anterin Ify gih, udah sore nih!” suruh Tante Manda yang kemudian Gabriel pergi menuju dengan rumahnya yang disusul dengan Ify

Ternyata ditempat tersebut ada seseorang yang menyaksikan kejadian tersebut dari jauh, tepatnya dari dapur rumah itu. Argh, gue telat lagi, sial!!! Batin orang tersebut yang tak lain adalah…. Rio

---*----*---

            Sebuah motor berhenti tepat disebuah rumah sederhana, Ify turun dari motor tersebut dengan perlahan.

“thanks Gab” ucap Ify “mau mampir dulu?”

“ga usah deh, nanti nyokap gue nyariin” jawab Gabriel yang kemudian kembali men-stater motornya “gue duluan ya”

            Ify memasuki rumahnya, langkahnya terhenti ketika melihat ruang tengah rumahnya. Dilihatnya kakak semata wayangnya yang sedang tertidur pulas disofa rumahnya. Raut mukanya yang terlihat sangat lelah, keringat peluh membasahi wajah cantik kakaknya. Lamunan Ify seketika pecah ketika mendengan suara bunyi phone cell kakaknya yang terletak diatas meja. Rasa penasaran seketika terlintas diotak Ify, diliriknya layar phone cell tersebut yang tertulis ‘no name’. aneh, pikir Ify ketika melihat nama orang tersebut. Rasa penasaran semakin menyelimuti Ify, entah dorongan setan dari mana, ia pun mengambil phone cell tersebut dan membuka pesan singkat tersebut. Sesungguhnya Ify bukan lah orang yang suka ikut campur dengan kehidupan orang lain, tetapi entah mengapa sekarang ia melakukan hal yang bertolak belakangan dengan prinsipnya.

=================
Bayangan mu, selalu hadir dipelupuk mataku
Mengisi jiwaku dengan mu
Jerat hatimu, kukira kau selalu bersamanya
Lanjutkan hasrat yang tak pernah sirna tiada
============

            Ify tercengang membaca barisan-barisan kata yang menurutnya sangat puitis dan sangat sulit untuk dicerna otaknya. Satu kalimat yang tiba-tiba terlintas dibenaknya ketika melihat barisan kata ini yang pasti dugaannya bahwa orang ini mencintai kakak semata wayangnya. Ia pun terkekeh membayangkan wajang orang tersebut, mungkin kah orang ini mempunyai wajah yang jelek sehingga tak berani mengungkapkan perasaannya langsung. Dilihatnya badan Shilla yang sedikit bergerak, Ify pun dengan cepat kembali meletakkan phone cell Shilla ketempat semula dan berlari menuju kamarnya.

----*----*---

            Alvin menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih, memang tak ada yang istimewa dari hal yang ia pandangi, tapi entah mengapa ia sedang sangat tidak ingin melakukan sesuatu. Pandangannya yang menerawang jauh dengan pikirannya yang telah berterbangan kemana-mana. Hembusan nafasnya terdengan jelas, suatu hembusan nafas yang menandakan suatu keputusasaan. Lamunannya seketika buyar yang membuatnya terpaksa kembali ke dunia nyata karena mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka secara tiba-tiba.

“lo bisa ketuk pintu dulu ga sih kalo mau masuk!” sunggut Alvin kesal ketika melihat orang tersebut. Siapa lagi kalau bukan sepupunya tercinta yang langsung mengeluarkan cengiran khasnya ketika melihat ekspresi dari Alvin.

“heheh, maap bro!” ucap Cakka sambil membentuk jari telunjuk dan jari tengahnya menuju huruf V dan masih dengan muka innocentnya langsung duduk dikasur, tepat disamping Alvin

“lo mau ngapain disini? Gue lagi bad mood nih!” sunggut Alvin yang masih kesal kepada Cakka yang mengusik lamunannya

“santai bang, gue lagi nanya nih”

“nanya apa?”

“lo tau nomor hapenya Shilla ga?” sebuah pertanyaan yang dilontarkan Cakka yang sempat membuat Alvin tersentak kaget, ditatapnya Cakka lekat-lekat, haruskah ia memberika nomor handphone orang yang ia cintai kepada saudaranya yang notabenya saingannya ini?

“gue ga punya nomor hapenya dia” jawab Alvin yang pastinya ia berbohong, sesungguhnya ia sangat benci sebuah kebohongan, tapi…. Toh sudahlah, kebohongan ini sudah terlanjur ia ucapkan

“yah, beneran Vin? Masa udah 3 tahun lo temenan sama dia lo ga punya nomornya?” ucap Cakka dengan nada merengek

“kalo lo mau, minta aja sama dia” jawab Alvin yang super duper dingin “udah sana, gue pengen tidur” kata Alvin yang seperti biasanya, mengusir Cakka dari kamar tercintanya. Sedangkan Cakka hanya bisa pasrah keluar dari kamar Alvin sambil menggerutu men-cak Alvin. Sorry Kka, batin Alvin ketika pintu kemarnya sudah ditutup oleh Cakka

----*---*----

            Ify menutup buku geografi yang baru ia baca, jam yang baru menunjukan pukul 10 malam, matanya yang masih belum bisa diajak untuk tidur, entah mengapa ia rasa bahwa tubuhnya terasa lelah, tetapi matanya masih berontak apabila ini memejamkannya. Entah mengapa, pikirannya tiba-tiba melayang ke kejadian tadi sore, ia teringat dengan penawaran Tante Manda. Mungkin lebih baik gue setujuin, lumaian uangnya buat beli obat gue, batin Ify.

            Ia pun memasukan buku-bukunya ke tasnya untuk pelajaran esok hari, dan kemudian pandangannya beralih ke sebuah buku yang tergeletak diatas kasurnya. Entah seperti tertarik magnet dari mana yang memaksakan ia untuk meraih buku tersebut dan menulisnya

----*----*-----

            Ify mengoles rotinya dengan selai coklat, segelas cangkir susu coklat yang baru ia buat pun terdapat disampingnya.

“Fy..” panggil Shilla tiba-tiba yang sesungguhnya sempat membuat Ify kaget, reflek Ify pun langsung menoleh ke kakaknya tersebut dan menatap gadis tersebut dengan pandangan yang seakan-akan berkata-ada-apa-?- Shilla yang mengerti dengan tatapan adik semata wayangnya itu pun hanya tersenyum tipis

“pagi Fy” sapa Shilla, mendengar ucapan Shilla tersebut, Ify pun tak mengubris dan kembali melanjutkan pekerjaanya “gue pengen nanya”

“nanya apa?”

“lo kemarin sore buka sms dihp gue ya?” sebuah pertanyaan yang membuat Ify tersentak kaget, sangat kaget. Shilla yang menatap mata Ify, seolah mencari sebuah kebenaran dimata adiknya ini.

“eng…. Iya” jawab Ify ragu-ragu sambil menunduk “sorry kak”

“sekarang lo udah tau semuanya tanpa gue harus cerita sama lo” ucap Shilla yang langsung membuat Ify mengangkat kepalanya dan menatap Shilla bingung

“maksud lo kak?”

“iya, sebenernya gue pengen cerita sama lo, berhubung lo udah tau, jadi gue ga usah capek-capek cerita sama lo” jawab Shilla enteng yang kemudian merain tasnya, sedangkan Ify yang masih tercengang dengan apa yang dikatakan kakaknya. Hei, kak Shilla sama sekali ga marah sama gue? Batinnya “lo mau sampai kapan kayak gitu? Ayo, nanti kita telat” Ify pun tersadar dari lamunannya dan langsung meraih sepatu talinya.

---*----*----

            Ify menutup buku catatan sejarahnya. Direntangkan kedua tangannya, dan sedikit ia memijat-pijat jari tangannya. Baru saja ia menyelesaikan catatan sejarah yang sepapan tulis, sesungguhnya itu memang tak terlalu banyak, tapi…. Kali ini ia jega menulis dipapan tulis tersebut. Kalau saja bukan Bu Ratna yang menyuruhnya menulis dipapan tulis juga menulis dibuku catatannya, ia pasti tak mau menulis double seperti ini.

“sekian dari ibu, kita lanjutkan pelajaran ini minggu depan, selamat siang!” ucap Bu Ratna yang kemudian berjalan meninggalkan kelas. Entah apa yang tiba-tiba terlintas difikiran Ify yang memaksanya mengatakan sesuatu kepada Rio

“Yo, gue terima tawaran lo yang kemarin” ucap Ify tiba-tiba, dilihatnya Rio yang masih cuek-cuek aja walaupun sebentar melirik Ify dan menganggukan kepalanya, tanda ia mengerti dengan perkataan Ify. Melihat respon Rio yang seperti itu membuat Ify melengos, ia tau bahwa Rio sekarang sedang membaca komik kesukaannya, dan yang ia ketahui bahwa Rio paling tak suka diganggu apabila sedang menjalankan hobbynya, yap salah satunya membaca komik.

“tawaran lo yang mana Yo? Atau jangan-jangan….” Ucap Ray yang tiba-tiba nimbrung dengan ucapannya yang menggantung

“jangan-jangan apa?” ucap Ify galak

“jangan-jangan…. Rio ngelamar lo ya?!” tuduh Ray sambil menaik-turunkan alisnya, Rio yang mendengar perkataan Ray tersebut, dengan sigap Rio langsung memukul kepala Ray dengan komik yang tadi ia baca dan menatap ray dengan mata melotot

“hehehe, piss,, bercanda bro” ucap Ray dengan cengiran khasnya yang membuat Rio melengos dan kembali melakukan aktifitasnya sebelumnya

“hahaha…” Ify tertawa puas dengan wajah Ray yang menurutnya lucu tersebut, sedangkan Ray hanya bisa mengerucutkan bibirnya yang semakin membuat tawa Ify membesar “hah..hmmmppp…. makannya lo jangan macem-macem sama gue, kena karma kan lo!” lanjut Ify sambil berusaha menghentikan tawanya sambil menepuk-tepuk pundak Ray

---*----*---

            Shilla berkali-kali membongkar isi tasnya, raut wajahnya yang menggambarkan sebuah kecemasan. Keringat peluh membasahi wajahnya dengan tangannya yang sudah ia rasakan menjadi dingin sedingin es batu.

“lo kenapa sih Shill?” tanya Zahra yang melihat sebuah hal yang aneh pada sahabatnya ini

“gawat Ra, gawat!!!” seru Shilla

“hah? Gawat apaan Shill?”

“gue lupa bawa buku cetak bahasa inggris!”

“what?! Gila lo Shill!”

“iya Ra, seinget gue semalem gue belajar terus….” Ucapan Shilla yang menggantung, ia seperti memikirkan sesuatu “iya, semalem gue taro di atas kasur dan gue lupa masukinnya heheh”

“wah, parah lo Shill, mendingan mumpung lagi istirahat lo cari pinjeman itu buku ke kelas lain atau engga ke perpus deh, mau lo mati dimakan miss Lina” jelas Zahra yang kemudian pergelangan tangannya yang ditarik Shilla untuk menuju keluar kelasnya.

---*----*----

            Shilla melangkah gontai menuju kelasnya, ia merasa kaki-kakinya yang sangat berat untuk masuk ke dalam kelasnya, disampingnya ada Zahra yang berjalan beriringan dengannya. Bel yang baru berdering beberapa menit yang lalu yang memaksakan ia untuk kembali ke dalam kelasnya. Ia kembali ke kelasnya dengan tangan kosong, tak ada sebuah buku bahasa inggris yang berhasil ia bawa. Semua kelas 12 yang sudah ia datangi, tak ada satu pun dari teman-temannya yang membawa buku cetak bahasa inggris dengan alasan mereka tak ada pelajarannya hari ini dan tidak ada buku bahasa inggris yang tersisa di perpustakaan. saat ini ia hanya pasrah menunggu hukuman dari miss Lina yang terkenal dengan ke kilerannya. Memang gurunya yang satu ini mewajibkan seluruh muridnya membawa buku cetak setiap mata pelajarannya karena meningat banyak juga siswa yang tidak membawa buku cetak dengan alasan ‘berat-beratin tas aja’ dan hal itu juga yang membuat Bu Lina memberikan sebuah hukuman kepada setiap siswa yang melanggar peraturannya yang satu ini. Memang salah Shilla juga yang teledor meletakan buku itu sembarangan.

            Shilla menjatuhkan tubuhnya dibangku tempat duduknya dan menyenderkan punggungnya. Tunggu, ia melihat sebuah benda yang terdapat dikolong mejanya, dengan cepat ia pun meraih buku tersebut. Sebuah buku cetak bahasa inggris yang ia pegang ditangan kanannya.

“buku lo Shill?” tanya Zahra, Shilla menggeleng keras “trus punya siapa?”

“gue juga ga tau Ra” jawabnya sambil membolak-balikan buku tersebut

“tanya aja sama anak-anak” ucap Zahra, Shilla pun mengangguk seakan mengerti perintah Zahra

“buku siapa ni?” tanya Shilla keras yang bisa dibilang sebuah teriakan, ia mengangkat buku tersebut tinggi-tinggi, sejenak ia menjadi perhatian seisi kelas, tetapi tak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Shilla ini yang kemudian membuat dia menghela nafas keras

“siapa Shill?” tanya Zahra kembali, Shilla pun hanya mengangkat bahunya tanda ia juga tak tahu pemilik buku tersebut. Sejenak kemudian pembicaraan mereka terpaksa harus dihentikan ketika Bu Lina yang sudah memasuki kelas tersebut.

“good afternoon” sapa miss Lina

“good afternoon”

“now we open the English book, page 23!” perintah miss Linda, yang membuat Shilla mau tak mau menggunakan buku tersebut “Alvin! Where is your book?” tanya miss Lina ketika melihat Alvin yang duduk tanpa sebuah buku dihadapannya, ia pun tak pula meminjam buku Cakka untuk memakainya berdua

“ga bawa miss” jawab Alvin enteng, malahan sangat terlihat santai

“berapa kali saya sudah bilang, bahwa setiap dimata pelajaran saya harus diwajibkan membawa buku, anda ingat semua Alvin Jonathan?!” kata miss Lina dengan nada yang meninggi ,sedangkan Alvin? Masih dengan muka innocentnya yang parahnya lagi ia sama sekali tak melihat wajahnya miss Lina

“kau tau hukuman yang anda harus lakukan saat ini Alvin Jonathan?!”

“saya tau miss, saya harus lari dilapangan 20x kan?” tanya Alvin yang masih dengan ekspresi sebelumnya, tanpa  fikir panjang, Alvin pun langsung berjalan meninggalkan kelasnya dengan santainya tanpa mengubris tatapan aneh dari teman-temannya.

            Shilla yang menatap punggung Alvin yang lama-lama tak terlihat pun mau tak mau harus membuka buku bahasa inggris dihadapannya walaupun ia sama sekali tak mengetahui pemilik buku tersebut. Lembar demi lempar ia buka, aktivitasnya yang tiba-tiba ia hentikan ketika melihat sebuah nama yang terdapat dibuku tersebut, ‘Alvin Jo’.

----*----*----

            Shilla berjalan dengan tergesa-gesa, dikelasnya yang sedang tak ada guru karena guru tersebut sedang sakit yang memungkinkannya untuk berjalan keluar kelasnya. Tangan kanannya yang memegang sebotol air mineral dan tangan kirinya yang membawa sebuah buku cetak bahasa inggris. Langkahnya terhenti tiba-tiba ketika melihat seseorang yang sedari tadi ia cari sedang duduk dipinggir lapangan dengan posisinya yang dibawah pohon untuk menutupi sinar teriknya matahari pada saat itu. Tanpa pikir panjang, Shilla pun langsung menghampiri orang tersebut.

“ekhhmm…” dehamnya keras ketika sudah berada disamping orang tersebut, tetapi posisinya masih dalam keadaan berdiri. Melihat tak ada respon dari orang tersebut, Shilla pun langsung duduk disamping orang tersebut “boleh gue duduk disini?”

“tanpa lo izin sama gue pun lo udah duduk duluan” jawab orang itu cuek tanpa menoleh sedikit pun ke Shilla. Tenang Shill, dia udah berjasa banget buat lo, lo harus sabar ngadepin sifat dia yang kayak gini, batin Shilla

“nih!” ucap Shilla sambil menyodorkan sebuah botol air mineral yang sengaja ia bawa, orang yang disampingnya pun hanya menatap Shilla bingung dengan satu alis yang terangkat “eng… ini gue kasih ini takut-takut lo dehidrasi gitu” jawab Shilla gugup, entah mengapa disetiap ia bersama orang ini, jantungnya terasa seperti sedang marathon “ambil aja lagi” ucapnya kembali sambil kembali menyodorkan air tersebut, ragu-ragu orang tersebut mengambil dan kemudian menengguknya sampai habis yang membuat senyum diwajah Shilla merekah lebai

“thanks” ucap orang tersebut

“harusnya gue lagi yang berterima kasih sama lo, Vin” ucap Shilla kepada orang tersebut yang ia panggil ‘Vin’ tadi, yap siapa lagi kalau bukan Alvin, Alvin Jonathan.

“buat?” tanya Alvin sambil memainkan botol minuman yang airnya sudah habis tersebut

“ya, kalo ga ada lo gue ga tau harus  gimana lagi deh” terlihat sebuah senyum tipis yang dibuat oleh Alvin, walaupun tak terlihat jelas tetapi Shilla melihatnya “ini buku lo! Sekali lagi thanks ya” lanjut Shilla sambil menyodorkan buku bahasa inggris yang tadi ia bawa, Alvin pun langsung menerima buku tersebut

“Vin…” panggil Shilla “kenapa sih lo mau nolongin gue?” tanya Shilla yang membuat Alvin gelagapan untuk menjawab pertanyaan ini. Mati, gue harus jawab apa ini! Pekik Alvin dalam hati

“yaa… karena lo temen gue, ya temen gue. Lagian gue juga lagimales masuk kelas miss Lina” jawab Alvin yang sesungguhnya sebuah kebohongan besarlah yang sudah ia ucapkan.

“oh, Cuma temen ya” ujar Shilla lirih, nyaris terdengan seperti sebuah bisikan, tetapi Alvin mendengar perkataan Shilla tersebut

“maksud lo?”

“eh, engga kok, yaudah gue duluan ke kelas ya” jawab Shilla gelagapan yang kemudian berlari menuju ke kelasnya. Sorry Shill, batin Alvin yang melihat kepergian Shilla.

---*----*----


_mila saufika haling_

Amour Pour Alyssa et Ashilla _part 13_



**********


“hoam…” Ify merentangkan kedua tangannya, mencoba mengumpulkan nyawanya, Shilla yang sedari tadi sudah mencoba membangunkannya, entah mengapa pagi ini ia sangat lelah, badannya pun juga pegal-pegal, ini bukan dia seperti yang biasanya. Ia pun melakan kakinya menuju kamar mandinya.

    Ify keluar dari kamarnya seperti berlari-lari kecil, diraihnya sepatu hitam dengan sedikit corak merahnya untuk kemudian ia pakai.

“lo ga sarapan Fy?” tanya Shilla yang tiba-tiba sudah berada disampingnya

“nanti aja disekolah, gue telat nih!”

“yaudah, berangkat yuk!” ajak Shilla yang kemudian disertai anggukan Ify.

---*----*-----

    Rintik hujan yang turun dipagi hari membuat hawa dingin yang membuat orang-orang ngantuk dan malas untuk melakukan sesuatu. Mobil Rio menerobos rinai hujan dengan kecepatan sedang, perkataan mamanya masih saja terngiang-ngiang dibenaknya.

“Yo, lusa kan ulang tahun kamu, mama pengen buat big party, sekalian buat ngerayain kembalinya Gabriel di keluarga kita” jelas Tante Manda “dan mama pingin di acara itu ada seseorang sebagai pengisi acara, emmm… apa ya? Gimana kalo pianist, kalo bisa sih sekalian bisa nyanyi, gimana Yo?”

“hah? Terserah mama deh”

“tapi mama minta buat kamu cariin orang yang bisa main piano Yo”

“hah? Kan susah ma cari orang yang kayak gitu!”

“pliiss yo mama mohon”

“iya deh”

Tiiinnn….. tiinnn…..

Suara klakson mobil dibelakang Rio yang membuatnya tersadar dari lamunannya, badannya yang sedikit tersentak yang membuatnya kembali ke alam sadarnya. Digelengkannya kepalanya keras-keras untuk memulihkan nyawanya yang tadi berterbangan entah kemana.

Tanpa ia sadari, mobilnya yang sudah memasuki daerah sekolahnya dan segera memarkirkan mobilnya. Dibukanya pintu mobilnya dengan malas dan sekedar berlari-lari kecil dengan tangan yang menulindungi kepalanya menuku koridor sekolahnya. Rinai hujan yang masih menyerbu bumi tak membuatnya mengurungkan niatnya untuk menuntut ilmu. Dilangkahkan gontai kakinya menuju kelasnya dengan malas.

---*---*---

    Ify meletakkan tasnya diatas meja belajarnya, ditatapnya sebentar Agni dan Ray secara bergantian.

“kenapa?” tanya Agni yang menyadari tatapan aneh dari Ify, Ify pun menggeleng keras

“engga” jawabnya tegas “Rio belom dateng?” tanyanya yang sebenarnya sudah jelas bahwa bangku tempat duduk Rio yang masih kosong dan belum ada tas yang tergeletak disana

“ya lo bisa liat sendiri lah” jawab Ray cuek. Tiba-tiba seorang pemuda tinggi bertubuh tegas yang sudah ada disamping mereka

“awas!” kata pemuda itu dengan nada juteknya yang membuat Ify naik darah

“huh, gue kira lo udah ga jutek lagi Yo, ternyata masih sama aja Mario Bros yang dulu!” cibir Ify dengan nada yang kecil, hampir seperti sebuah bisikan agar tidak terdengar oleh pemuda itu-Rio-, Rio yang samar-samar mendengar perkataan Ify pun menoleh ke arah Ify dan menatapnya tajam

“apa tadi lo bilang?!” tanyanya galak yang lumaian membuat Ify ciut, tapi bukan Ify namanya yang langsung ngalah, gengsi dong.

“engga!” ucapnya yang membuat Rio melengos dari arahhnya dan duduk mencari kenyamanan dibangkunya “untung budek” guman Ify, Rio yang sebenernya mendengar perkataan Ify hanya bisa diam, ia tahu kalau ia bertengkar dengan Ify pasti masalahnya akan panjang alias ga selesai-selesai, yang membuatnya mengacuhkan perkataan Ify.

“kenapa Yo? Lemes banget hari ini!” ucap Ray yang menyadari ada sebuah perubahan dengan sohibnya ini, dilihatnya Rio yang menggeleng lemas

“engga, biasa itu nyokap” jawabnya lemas

“kenapa lagi nyokap lo?”

“tau aneh-aneh aja, mau ngadain party ga jelas lah, mana gue disuruh nyari pengiringnya, nyokap sih maunya yang bisa main piano” jelas Rio panjang lebar, Ray pun manggut-manggut seakan mengerti dengan penjelasan sahabatnya ini

“lo lagi nyari orang yang bisa main piano Yo?” tanya Agni yang tiba-tiba nimbrung yang ternyata sedari tadi menyimak pembicaraan dua RR yang duduk tepat dibelakangnya ini, dilihatnya Rio yang mengangguk antusias “gue tau siapa yang bisa!” lanjutnya bersemangat

“siapa?!” tanya dua RR-Rio dan Ray- yang hampir bersamaan yang membuatnya mereka-Rio dan Ray-yang saling melempar pandangan dengan tatapan bingung, sementara Agni hanya tersenyum misterius yang semakin membuat Rio dan Ray penasaran

“orangnya ada di deket sini kok” ucapnya kembali seakan memberikan sebuah clue, dilihatnya Ray yang menatapnya dengan tatapan yang bisa diartikan –siapa-Ag-?- seakan mengerti dengan tatapan Ray, Agni pun tersenyum dan melirik seseorang yang sedang duduk disampingnya, seakan mengerti dengan lirikan Agni, Ray pun tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putihnya yang membuat Rio yang sama sekali tidak mengerti pembicaraan bahasa isyarat antara Agni dan Ray hanya bisa terdiam menunggu jawabannya.

“jadi dia Ag?” tanya Ray antusias, Agni pun mengangguk yakin

“siapa sih?” tanya Rio yang penasaran, sekarang giliran Ray dan Agni yang melemparkan pandangannya sambil tersenyum misterius

“Ify!” pekik mereka-Agni dan Ray- secara bersamaan dengan volume yang cukup keras yang membuat seakan Rio jantungan mendengar nama tersebut, dan membuat Ify yang tadinya sedang sibuk menulis sesuatu dengan cepat menoleh ke belakangnya yang merasa namanya dipanggil.

“apa?” tanya Ify bingung karena sama sekali tak mengerti apa yang teman-temannya bicarakan

“jadi dia orangnya?!” tanya Rio yang shok tanpa mengubris pertanyaan dari Ify, dilihatnya Agni dan Ray yang mengangguk yakin “kalian yakin?” Agni dan Ray pun kembali mengangguk

“ada apa sih?” tanya Ify kembali yang mulai kesal karena merasa dirinya dikacangin

“lo beneran bisa main piano kan?” tanya Rio ragu, dilihatnya Ify yang mengernyitkan dahinya dan menatap Rio bingung

“kenapa?” bukannya menjawab pertanyaan Rio, Ify malah bertanya balik

“gue nanya lo malah balik nanya” cibir Rio

“iya iya, gue bisa sedikit main piano, emangnya kenapa?” tanya Ify yang dengan ekspresi yang ia buat semanis mungkin yang malah terlihat aneh yang membuat Agni dan Ray tertawa tetapi sebisa mungkin mereka tahan melihat sikon yang kurang tepat untuk bercanda

“nyokap gue minta gue untuk nyariin pianist atau orang yang bisa main piano aja deh buat ngebuka acara party nyokap gue!” jawab Rio dengan gaya cueknya tanpa sedikit pun menoleh ke arah Ify

“kapan?”

“tanggal 24 oktober, kalo lo mau wawancara lebih lanjut, mendingan lo nanti pulang bareng gue dan langsung nanya ke nyokap gue!” jelas Rio yang tampaknya sudah bad mood untuk menjelaskan hal ini kepada Ify yang melihat Ray dan Agni yang sedang menahan tawa mereka, melihat sikap Rio yang mebali seperti biasanya, yaitu CUEK yang membuatnya kembali memutar badannya ke arah papan tulis, melihat hal tersebut malah membuat tawa Agni dan Ray meledak.

“hahaha… ciiee…ciiiee… tadi akur-akur aja, sekarang berantem lagi, ga seru nih!” kata Agni disela-sela tawanya

“hahaha… emmmppphh…. Bener banget tuh Ag, tapi nanti neng Ipy mau dibawa ke rumah abang Io loh buat ketemu calon mertua” goda Ray yang berusaha menghentikan tawanya, mendengar perkataan ray tersebut Ify dan Rio pun melirik Ray tajam seperti ingin nelen Ray idup-idup. Ify yang baru mengambil nafasnya untuk berceloteh panjang lebar atau bisa dibilang nagmuk kepada Ray pun terpaksa harus dipending dulu karena bel tanda masuk pelajaran berbunyi.

----*---*----

    Shilla menatap jus jeruknya yang es batu didalamnya sudah mulai mencair, ia mengaduk-aduk jus jeruknya yang sama sekali belum ia sentuh. Zahra yang menyadari ada sebuah perbedaan terhadap sahabatnya ini pun menyikut Shilla dengan tangan kirinya. Shilla yang menyadari itu pun menoleh ke Zahra dan menatap Zahra seakan-akan berbicara-kenapa Ra?-

“lo kenapa? Es di jus lo udah mencari tuh!” ucap Zahra yang mengerti dengan tatapan Shilla “lagi ada masalah?” bukannya menjawab Shilla pun malah terdiam yang kemudian kembali melakukan aktivitasnya sebelumnya, terdengan desahan nafas Zahra yang mencoba menguatkan kesabarannya

“gue denger kemarin lo pulang bareng Cakka!” ucapnya kembali yang mencairkan suasana dan memecahkan keheningan diantara mereka yang sesungguhnya di kantin tersebut suasana sangat ramai, mendengar topic yang dibicarakan Zahra, Shilla pun langsung menoleh ke arah Zahra kaget

“lo tau dari mana?!” tanyanya yang membuka suaranya, dilihatnya Zahra yang menyedikan bahunya sambil tersenyum miring

“entah lah, yang pasti udah menjadi hot gossip, seorang Cakka kawekas nuraga yang sudah memasuki tahap most wanted boy disekolah ini, deket sama seorang cewek pinter yang namanya Ashilla Zahrantiara!” jelas Zahra dengan ekspresi yang menggebu-gebu

“santai aja kali neng” cibir Shilla yang membuat Zahra terkikik “huh, masalah gue nambah lagi nih, bisa-bisa gue mati ditelen fans-fansnya si Cakka, cukup gue dipelototin tiap hari aja sama fans-fansnya Alvin, jangan nambah lagi deh” serunya cuek yang kemudian menyeruput jus jeruknya, benar saja rasa jus jeruk yang tadinya manis menjadi tawar karena es batu yang ada didalamnya sudah mencair.

“lo punya masalah lagi?” Shilla pun mengangguk ragu-ragu “apa?!”

Shilla mengarik nafasnya dalam-dalam untuk mengumpulkan kekuatannya untuk bercerita kepada sahabatnya ini “gue ada masalah tentang Ify!”

“Ify kenapa?”

“gue rasa dia berubah, dia bukan seperti Ify yang kayak dulu, dia jadi lebih tertutup sama gue…”

“bukannya dari dulu dia udah tertutup ya?” sela Zahra, Shilla pun mengangguk perlahan

“tapi ini beda Ra, gue rasa ada yang disembunyiin di dalam dirinya” Zahra pun manggut-manggut seakan mengerti dengan masalah sahabatnya ini walaupun hanya sedikit saja

“coba positive thingking dulu aja, mungkin ada alasan Ify melakukan semuanya” jawab Zahra, Shilla pun tersenyum kepada sahabatnya ini, salah satu alasan mereka suda bersahabat kurang lebih 3 tahun ini adalah, sikap Zahra yang dewasa dan bijak sana yang membuat siapa pun yang ada disekelilingnya merasa nyaman.

*----*----*

    Ify memasukan bukunya ke dalam tasnya secara asal, Rio yang sudah berdiri diambang pintu kelasnya sambil mencak-cak dirinya, ia pun tak mengubris celotehan Rio. ‘cepetan apa Fy, lelet banget lo tuh jadi orang, siput atau manusia sih lo!’ seperti itu lah ocehan Rio yang sedang gaya otoriternya dalam waktu kurang lebih 10 menit.

“ayo berangkat sekarang!” ajak Ify dengan wajah yang seper duper innocentnya yang membuat Rio semakin naik darah “tadi marah-marah, giliran gue udah selesai dia diem aja!” ucap Ify yang masih mempertahankan wajah innocentnya sambil berkacak pinggang, Rio yang sedang bad mood untuk bertengkat dengan Ify pun langsung berjalan meninggalkan Ify. Ify yang sempat bingung mengapa Rio tiba-tiba meninggalkannya hanya menatap punggung yang mulai menjauh yang kemudian kembali ke alam nyatanya dan berlari mengejar Rio sambil sesekali berteriak memanggil nama pemuda itu untuk memperlambat langkahnya.

--*---*---

    Suasana hening menyelimuti mobil ini, Ify yang manatap jendela luar yang melihat pohon-pohon yang seakan-akan berjalan, sedangkan Rio yang masih berkonsentrasi untuk menyetir mobilnya.

“Yo..” panggil Ify untuk memecahkan keheningan

“mm…” jawab Rio malas

Merasa tak puas dengan jawaban Rio, Ify pun kembali memanggil Rio kembali “Rio..”

“emmm….”

“MARIO BROS!!!” pekik Ify yang terdengar seperti sebuah teriakan yang tepat ditelinga kiri Rio

“apaan sih! Ga usah pake teriak-teriakan segala kali, lo pikir gue budek!!!!” balas Rio

“lagi salah siapa dipanggil ga nyahut-nyahut!” jawab Ify santai “lo punya kaset atau apa gitu yang bisa dinyalain?” tanya Ify yang ternyata bosen dengan suasana jalanan yang bisa dibilang macet ini

“GA!!!” jawab Rio tegas

“ih, santai aja kali” pandangan Ify pun beralih ke sebuah Radio yang terdapat di dalam mobil tersebut, dengat cepat ia pun memecet tombol play tanpa meminta izin terhadap Rio.


“iya, kembali lagi disalurah radio kesayangan anda 23,7 FM. Setelah lagu dari    yang berjudul ‘Fair Wave’ tersebut diputar, gimana bagus kan? Pastinya dong. Kayaknya sekarang saatnya kita berpisah deh, besok kita pasti balik lagi, tetep tongkrongin 23,7 FM ya. Bye bye…”  cuap-cuap sanga penyiar radio yang memecahkan kehengingan didalam mobil tersebut.

“kayaknya gue pernah denger suara itu” ucap Rio yang membuka suaranya “dia kakak lo?”

“iya, kak Shilla” jawab Ify sambil tersenyum tipis membanyangkan wajah Shilla dihadapannya.

    Tanpa terasa mobil Rio memasuki pekarangan rumah Rio. Ia pun memarkirkan mobilnya dan keluar dari mobilnya yang diikuti langkah Ify. Entah mengapa saat keluar dari mobilnya Rio dan menatap pintu masuk rumah Rio, kakinya terasa terpaku ditempat, tak bisa jalan kemana-mana, ada sesuatu  yang mengganjal dihatinya, sebuah firasat yang tidak enak.

“kenapa lo diem aja disitu?” tanya Rio ketus yang melihat Ify hanya diam dengan tatapan kosong dan membuat Ify tersentak kaget

“eh, engg… gapapa” jawab Ify gelagapan, mendengar jawaban Ify, Rio pun memutar balikan badannya dan memasuki rumahnya, melihat punggung Rio yang mulai menjauh, Ify pun langsung tersadar dan berlari kecil untuk menyusul Rio.

    Rumah yang terbilang mewah tersebut tampak sepi, beberapa pigura foto yang terdapat di dinding-dinding rumah tersebut dan warna cet putih yang semakin mencerminkan ke indahan rumah yang bergaya klasik tersebut. Hanya suara ketukan langkah dilantai lah yang terdengar.

“Ma, Rio pulang..!!!” teriak Rio secara tiba-tiba yang memecahkan keheningan. Bukanlah seorang wanita cantik nan anggun yang keluar, tetapi seorang pria tinggi yang telihat sedang menuruni tangga dari lantai 2 rumah Rio.

“Gabriel?!” pekikIfy kaget ketika melihat orang tersebut

“Ify!” ucap Gabriel yang tak kalah kaget ketika melihat seorang gadis bersama adik kandungnya “lo ngapain disini?”

Bukannya menjawab pertanyaan Gabriel, Ify pun menyikut Rio “Yo, lo kok ga bilang kalo Gabriel ada disini?” tanya Ify yang seperti bisikan kepada Rio yang ada disampingnya

“kan lo tempo hari lo yang minta buat Gabriel balik ke sini!” jawab Rio dinging seperti tak ingin membicarakan masalah Gabriel, Ify pun kembali menatap Gabriel dengan senyum manis yang merekah diwajahnya

“lo udah tinggal disini kan Yel?” tanya Ify antusias, Gabriel pun tersenyum manis kepada Ify yang bisa membuat kaum hawa terpana dan mengangguk

“sesuai permintaan anda, princess” ucap Gabriel yang kembali meneruskan menuruni tangganya, mendekati Rio dan Ify, lebih tepatnya Ify. Sebuah kata yang terakhir diucapkan Gabriel pada kalimatnya yang membuat Rio dan Ify melongo kaget, Rio yang hampir jantungan, sementara Ify yang merasa mukanya memanas mendengar tersebut hanya bisa menunduk mencoba menyembunyikan merah mukanya. Tenang Yo, lo ga boleh cemburu, lo ga boleh suka sama Ify apalagi sampe cinta sama Ify, batin Rio menyemangati dirinya. “lo sebenernya mau ngapain ke sini Fy?” tanya Gabriel yang memecahkan keheningan sambil mengambil posisi duduk di sofa

“lo berdua ngobrol dulu aja deh, gue mau ganti baju dulu” sela Rio yang langsung menaiki tangga menuju kemarnya, tanpa dipersilahkan duduk, Ify pun duduk di sofa mengikuti Gabriel

“gue mau ketemu tante Manda” jawabnya yang menjawab pertanyaan Gabriel tadi yang sempat disela oleh Rio

“ngapain?”

“ga tau tuh Rio, males gue jelasinnya, mendingan nanti lo tanya sama Rio deh”

“nyoka lagi ga ada di rumah, lagi pergike super market”

“yaudah, gue tunggu aja deh”

“gue rasa gue sama Rio ga bakal akur walaupun kita sama-sama tau kalo kita itu sedarah” ucap Gabriel yang mengganti topic diantara mereka yang membuat Ify langsung menoleh ke arahnya

“maksud lo?”

“iya, seperti yang lo liat tadi, Rio selalu aja diem kalo didepan gue, kayaknya dia benci sama gue”

“apa alasan lo bilang kalo Rio itu benci sama lo?”

“karena…..” ucapan Gabriel yang menggantung dan tiba-tiba terhenti Karena ia tak mungkin member tahukan alasannya kepada gadis ini

“kerena apa?” tanya Ify, tetapi Gabriel hanya diam “lo ga bisa jawabkan? Makannya lo jangan nuduh orang dulu tanpa sebab!”

“tapi Fy, lo ga ngerti semuanya”

“makannya biar gue ngerti kasih tau ke gue apa alasannya, biar gue bisa ngebantu permasalahan diantara kalian” tetapi Gabriel kembali terdiam, ingin rasanya ia menjawab ‘gue sama Rio sama-sama suka sama lo Fy’ tapi… mulutnya hanya bisa terkatup, lidahnya kelu. Keheningan pun kembali menyelimuti diantara mereka berdua, ingin rasanya Gabriel membuka mulutnya untuk mengeluarkan suaranya, namun ia tak bisa. Ify menghela nafas pasrah, sekarang ia menemukan kesamaan diantara saudara kembar ini. Ya, mereka sama-sama KERAS KEPALA!!!. Huh, cukup Rio aja deh yang bikin gue naik darah tiap hari, jangan nambah jadi Gabriel deh, runtuknya dalam hati.

“gimana kabar lo?” sebuah pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Gabriel yang jelas-jelas keadaan Ify sehat wal afiat yang ada dihadapannya.

“baik” jawab Ify “lo sekarang udah ga ngamen lagi kan?”

“gue ga dibolehin sama nyokap gue”

“yaiyalah, masa lo udah tinggal di rumah sebagus ini masih aja mau ngamen, malu-maluin tau!” canda Ify yang membuat Gabriel tertawa, inilah sebuah kelebihan gadis yang berada disampingnya ini, bisamembuat orang-orang disekitarnya merasa senang dan bahagia.

    Saking asiknya mengobrol, mereka sampai tak menyadari bahwa ada seseorang yang memasuki rumah tersebut.

“eh, tante Manda” pekik Ify kaget ketika melihat tante Manda yang sedang berjalan memasuki rumah tersebut.

“eh Ify, tumben main ke sini” ucap Tante Manda ramah “Rionya mana?”

“eng… Ify kesini emang ada perlu sama tante, Rionya lagi diatas ganti baju” jawab Ify sopan

“Yo… Rio…” panggil tante Manda yang kemudian disusul dengan turunnya Rio dari kamarnya

“apa ma?” tanya Rio dengan wajah innocentnya

“kamu ini, bawa temen ke sini malah ditinggalin, untung ada Gabriel yang nemenin Ify!” ucap Tante Manda sambil berkacak pinggang. Huh, Gabriel lagi Gabriel lagi, gue itu ga suka dibanding-bandingin sama orang, apalagi sama Gabriel, walaupun dia kakak gue, tapi gue kesel sama dia! Batin Rio

“orang tau Rio ganti baju sih ma” bantah Rio “itu ma, Ify bersedia main piano buat acara party mama itu” ucap Rio yang mengalihkan pembicaraan yang langsung mendapat pelototan dari Ify

“baru mau tanya-tanya dulu tante, belum tentu jadi, soalnya takut akunya ga bisa” ucap Ify sambil melirik Rio tajam

“sok sibuk” cibir Rio pelan tetapi masih tetapi bisa didengar oleh Ify. Kalau saja tak ada Tante Manda dan Gabriel ditempat itu, ingin rasanya Ify menghardik Rio karena merasa sangat kesal.

“yaudah ngobrolnya dibelakang aja yuk Fy” ajak tante Manda yang kemudian menuju halaman belakang rumahnya yang kemudian disusul oleh Ify.

    Tinggalah ditempat itu hanya ada Rio dan Gabriel yang sama-sama terlarut dalam lamunan mereka masing-masing.

“sebenernya apa sih maksud lo bawa Ify kesini?” tanya Gabriel yang memecahkan keheningan diantara mereka

“gue kan Cuma pengen memenuhi permintaan nyokap” jawab Rio santai yang kemudian langsung kembali memasuki kamarnya dan meninggalkan Gabriel sendirian.

---*---*---